Di Indonesia, perayaan maulid Nabi diselenggarakan di surau-surau, masjid-masjid, majelis-majelis ta’lim, di pondok-pondok pesantren dan berbagai lembaga sosial, keagamaan bahkan instansi-instansi pemerintahan.
Tradisi peringatan Maulid, di Cirebon biasa disebut Muludan, paling megah dan dihadiri ratusan ribu orang, diadakan di Kraton - kraton di Jawa dan luar Jawa, terutama Yogya dan Cirebon. Maulid diadakan pada setiap malam 12 Rabiul Awal. Masyarakat muslim merayakannya dengan beragam cara dan dengan sejumlah acara seremoni dan kemeriahan yang menggairahkan.
Malam hari tanggal 12 Maulid merupakan puncak acara seremonial yang ditunggu-tunggu dengan penuh minat. Biasanya mereka mengundang penceramah untuk bicara sejarah Nabi. Mereka, secara bergantian juga membaca Sirah Nabawiyah (sejarah hidup Nabi sejak kelahiran sampai wafatnya) dalam bentuk narasi prosais kadang-kadang dengan irama yang khas.
K.H. Wahid Hasyim |
Peringatan Maulid Nabi di Indonesia ditetapkan sebagai hari Libur Nasional ketika K.H. Abdul Wahid Hasyim, ayah Gus Dur, menjabat sebagai Menteri Agama.
Upacara peringatan pemerintah ini pada awalnya diadakan di Istana negara. Tetapi entah sejak kapan kemudian dipindahkan tempatnya di Masjid Istiqlal. Pada momen tradisi keagamaan ini, Presiden, wakil presiden, para pejabat tinggi Negara dan para duta besar Negara-negara sahabat hadir bersama ribuan umat Islam.
Di Turki, seminggu menjelang Maulid, masjid-masjid dihiasi dengan lampu-lampu dan lampion-lampion warna warni. Halaman rumah penduduk dibersihkan dan dicat. Di Mesir masa lampau, “para penguasa Mamluk”, cerita Annemarie Schimmel, dalam bukunya yang menarik Muhammad Utusan Allah, “perayaan besar-besaran untuk memperingati Maulud diselenggarakan di pelataran benteng Kairo. Ruas-ruas jalan penuh sesak manusia”.
Di sebagian negara berpenduduk besar muslim, hari itu diperingati dengan menyalakan obor di jalan-jalan sambil pawai mengelilingi kota. Masyarakat di sebagian Negara Islam membuat makanan untuk dibagikan kepada fakir miskin. Selain di Indonesia, Mesir dan Turki, peringatan Maulid Nabi juga diselenggarakan di Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, Uni Emirat Arab, Sudan, Yaman, Libya, Tunisia, Al Jazair, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan, Turkistan, Bosnia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan kebanyakan Negara islam yang lain.
Seperti di Indonesia, di banyak Negara tersebut hari Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan hari libur umum/nasional. Berbeda dengan pandangan mayoritas besar kaum muslimin di dunia, Ibnu Taimiyah, tokoh Islam paling ortodoks, memandang perayaan Maulid Nabi sebagai bidah. Pandangan ini kemudian diteruskan dengan semangat Islam yang radikal oleh Muhammad bin Abdul Wahab, ulama terkemuka kelahiran Nejd, Saudi Arabia, 1703-1791. Para pengikutnya popular disebut Wahabi.
Saudi Arabia mungkin satu-satunya Negara Islam yang anti memperingati Maulid Nabi dan menyerang dan mengecam kelompok muslim lain yang merayakannya. Para pengikutnya terus menyebarkan ajaran bahwa "maulid Nabi sebagai praktik keagamaan yang sesat". Pandangan ini ditolak diseluruh dunia muslim.
Penulisan Sirah Nabawiyyah (Sejarah Hidup Nabi Muhammad) dalam bentuk puisi-puisi ditulis, sepanjang diketahui, oleh Syeikh Al-Barzanji. Ia adalah ulama bermazhab Maliki. Meski puisi-puisi ini dibuat sederhana, agar mudah dimengerti masyarakat luas, tetapi ia sungguh-sungguh memesona dan penuh makna. Puisi-puisi itu dinyanyikan dan dihapal oleh masyarakat muslim hampir di seluruh dunia muslim, tak terkecuali Indonesia.
Pada saat puisi-puisi itu bercerita tentang kelahiran Nabi dibacakan sambil berdiri, lambang penghormatan terhadap orang besar yang dibayangkan datang dan hadir di tengah-tengah mereka.
Selain puisi Al-Barzanji mereka juga biasa menyanyikan puisi al-Bushairi, seperti “Qasîdah Burdah”. Ibnu al-Jauzi seorang ulama bermazhab Hanbalî dengan sangat indah menggambar peristiwa kelahiran Nabi yang agung itu. Katanya: “Ketika Muhammad lahir malaikat menyiarkan beritanya dengan suara riuh rendah. Jibrîl datang dengan suara gembira. ‘Arasy bergetar. Para bidadari surga keluar menyebarkan wewangian. Ketika Muhammad lahir, Aminah, sang ibunya, melihat cahaya menyinari istana Bosra. Malaikat berdiri mengelilinginya dan membentangkan sayap-sayapnya”.
Penyair terkemuka Mesir, Ahmad Syauqi Beik menggubah puisi madah yang memesona dan penuh keanggunan, untuk menghormati Nabi sang kekasih. Puisi-puisi ini dinyanyikan dengan amat indah dan melankolis oleh Penyanyi Legendaris, Ummi Kultsum.
Wulida-l-hudâ fa-l-kâ’inâtu dhiyâ’u Wa fammu-z-zamâni tabassumun wa tsanâ’u A-r-rûhu wa-l-mala’u-l-malâ’iku haulahu Li-d-dîn-i wa-d-dunyâ bihi busyrâ’u Wa-l-‘arsyu yazhû wa-l-hadzîratu tazdahîWa-l-muntaha wa-d-durratu-l-‘ashmâ’u
Telah lahir Sang Pembawa obor Maka, Alam Raya pun berpendar cahaya Zaman tak henti-hentinya menebar senyum Dan puja-puji dan kekaguman kepadanya
Jibril dan para Malaikat mengelilinginya Dunia hari ini dan masa depan kemanusiaan bersuka-cita Singgasana Kerajaan Tuhan (‘Arasy) berdiri begitu megah Puncak alam semesta (Sidrah Al-Muntaha) Mutiara memancarkan cahaya, bernyanyi riang.
(Wangsit via satuharapan.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar