Rabu, 08 April 2015

Semakin Tambah Ilmu Seseorang, Maka Semakin Sedikit Menyalahkan orang

Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang pembesar Muhammadiyyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Saw.

Tetapi ketika Buya Hamka sudah tua, beliau berkenan menghadiri acara Maulid Nabi Saw. saat ada yang mengundangnya. Orang-orang sedang asyik membaca Maulid al-Barzanji dan bershalawat saat Mahallul Qiyam, Buya Hamka pun turut serta asyik dan khusyuk mengikutinya. Lantas para muridnya bertanya: “Buya Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras menentang acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas.”
Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.
Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat, jamaahnya pun bertanya heran: “Buya Hamka, sebelum ini tak pernah terlihat satu kalipun Anda mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang justru Anda mengamalkannya?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu saya baru baca satu kitab. Namun sekarang saya sudah baca seribu kitab.”
Gus Anam (KH. Zuhrul Anam) mendengar dari gurunya, Prof. DR. as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, dari gurunya asy-Syaikh Said al-Yamani yang mengatakan: “Idzaa zaada nadzrurrajuli waktasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi.” (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawalanya maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain). 
Imam Ghozali pun memperingatkan tentang ilmu ini, dalam Ihya' Ulumuddin, beliau berkata. "Bahwasanya ilmu itu sangat besar manfaatnya bagi manusia, namun lebih banyak bahaya yang bisa ditebar oleh ilmu". Tentu saja bukan berarti Imam Ghozali melarang kita mencari ilmu, tetapi kita diperingatkan akan bahayanya ilmu yang tidak barokah, tidak bermanfaat, yang akhirnya mencelakakan kita dan orang lain. Kita hendaknya menghindari bahaya akibat ilmu dengan cara terus menggali ilmu, jangan cepat 'ujub, sombong dan riya'. Dikatakan oleh Imam Ghozali, bahaya terbesar itu sumbernya dari lisan-lisan kaum ahli ilmu, maka berhati-hatilah.
Hal ini selaras dengan pepatah Indonesia, " Tong kosong nyaring bunyinya" dan " Air beriak tanda tak dalam ". Yang arti gampangnya adalah orang yang suka berbuat bathil dengan lisannya (berbohong, mencaci, suka fitnah, suka bergunjing, dan lain-lain), tanda bahwa orang itu bukan orang yang dianugrahi ilmu bermanfaat oleh Allah SWT. Semoga kita terhindar dari sifat suka mencaci dan bahaya lisan lainnya dengan terus belajar kepada ulama dan memohon untuk dianugerahi ilmu yang bermanfaat oleh Allah SWT. 
Allahumma inna nas'aluka ilman naafi'ah wa na'udzubika min ilmin laa yanfa'. Amiin....
WaLlahua'lam

2 komentar:

  1. Kisah buya hamka tersebut bisa dibaca di buku apa ya? Apa judulnya dan siapa penulisnya? Saya ingin membacanya.

    BalasHapus