Kisah Syech Syams Menyuruh Ar Rumi Sediakan Khomer - Kampus Menyan

Latest

Kampus Aswaja. Program Unggulan Tahlil, Ratib dan Maulid.

اللّهم صل على سيّدنا محمّد

Selasa, 17 Mei 2016

Kisah Syech Syams Menyuruh Ar Rumi Sediakan Khomer

Kisah Inspiratif: Pelajaran Berharga dari Syech Syamsuddin Tabrizi untuk Jalaluddin Rumi

Syech syamsudin ar rumi

Undangan Makan Malam yang Mengubah Segalanya

Dalam sebuah malam yang tenang, Jalaluddin Ar Rumi mengutus undangan kepada sang guru spiritual, Syech Syamsuddin Tabrizi, untuk hadir di kediamannya. Sang Mursyid yang bijaksana menyambut ajakan tersebut dengan lapang dada dan mendatangi rumah muridnya.

Ketika hidangan malam telah tersaji sempurna, Syech Syamsuddin mengajukan permintaan yang tak terduga: "Bisakah engkau menyiapkan minuman keras untukku?" Pertanyaan ini merujuk pada arak atau khamr.

Ekspresi terkejut langsung terpancar dari wajah Rumi. "Apakah Anda juga mengonsumsinya?" tanyanya dengan nada tak percaya.

"Benar," sahut Syech Syams dengan tenang.

Kebingungan masih menyelimuti Rumi. "Mohon maaf, selama ini saya tidak mengetahui kebiasaan ini."

"Kini engkau telah mengetahuinya. Oleh karena itu, sediakan untuk gurumu," tegas Syech Syams.

Rumi berkilah, "Pada larut malam begini, bagaimana caranya saya memperoleh minuman tersebut?"

Syech Syams memberikan solusi: "Suruhlah salah satu pelayanmu untuk membelinya."

"Namun martabat saya di mata para pelayan akan runtuh," jawab Rumi dengan kekhawatiran.

"Jika demikian halnya, pergilah sendiri dan belilah," perintah sang guru.

Rumi semakin dilema. "Semua warga kota mengenal saya. Mustahil saya berkeliaran untuk membeli minuman semacam itu."

Dengan tegas, Syech Syams berkata, "Bila engkau benar-benar muridku, wajib bagimu memenuhi permintaan guru. Tanpa minuman itu, malam ini tidak akan ada santap malam, tidak ada perbincangan, dan tidak akan ada istirahat."


Perjalanan Menuju Perkampungan Nasrani

Didorong oleh rasa cinta dan kepatuhan mendalam kepada gurunya, akhirnya Rumi mengenakan jubah panjangnya. Ia menyembunyikan sebotol wadah di balik lipatan jubah tersebut dan melangkah menuju kawasan pemukiman kaum Nasrani.

Sepanjang perjalanan menuju lokasi tersebut, tidak seorang pun mencurigai langkahnya. Namun, situasi berubah drastis ketika ia memasuki area pemukiman. Beberapa warga mulai memperhatikan gerak-geriknya dengan curiga dan diam-diam mengikutinya dari kejauhan.

Mata para penguntit terbelalak menyaksikan Rumi memasuki sebuah kedai penjual arak. Mereka mengamati bagaimana ia mengisi botol dengan cairan minuman, lalu menyembunyikannya kembali di balik jubahnya sebelum beranjak keluar.

Jumlah orang yang mengikutinya terus bertambah seiring langkahnya menuju masjid tempat ia biasa memimpin shalat berjamaah sebagai imam masyarakat setempat.


Fitnah dan Kekerasan Massa

Tanpa diduga, salah seorang dari kerumunan pengikut tersebut berteriak keras: "Wahai sekalian manusia! Syeikh Jalaluddin yang setiap waktu menjadi imam kalian baru saja mendatangi perkampungan Nasrani dan membeli minuman keras!"

Orang tersebut spontan menyingkap jubah Rumi di hadapan khalayak ramai. Botol yang tersembunyi terlihat jelas di genggamannya. "Sosok yang mengaku sebagai ahli zuhud dan menjadi panutan kalian ini telah membeli arak dan hendak membawanya pulang!" serunya menambahi tuduhan.

Amarah massa langsung meledak. Satu per satu mereka meludahi wajah Rumi dan melayangkan pukulan bertubi-tubi hingga serbannya melorot ke leher. Rumi tidak melakukan pembelaan apa pun, hanya berdiri diam menerima perlakuan tersebut.

Sikap diamnya justru membuat massa semakin yakin bahwa selama ini mereka telah tertipu oleh kepalsuan ajaran zuhud dan ketakwaan yang disampaikannya. Tanpa belas kasihan, mereka terus menghajarnya hingga sebagian berniat mengakhiri nyawanya.


Keajaiban yang Menyingkap Kebenaran

Di tengah kekacauan tersebut, tiba-tiba terdengar suara lantang Syech Syams Tabrizi memecah kesunyian: "Wahai orang-orang yang tidak tahu malu! Kalian telah menghakimi seorang ulama dan faqih dengan tuduhan tanpa bukti. Ketahuilah, isi botol tersebut adalah cuka untuk keperluan memasak."

Seorang dari massa masih bersikeras membantah. "Ini bukan cuka, melainkan arak!"

Syech Syams mengambil alih botol tersebut dan membuka penutupnya. Ia meneteskan cairannya ke telapak tangan beberapa orang agar mereka mencium aromanya secara langsung. Keheranan menyelimuti mereka saat menyadari bahwa isi botol itu benar-benar cuka.

Penyesalan mendalam melanda hati mereka. Satu per satu mereka memukul kepala sendiri sebagai tanda sesal. Mereka berlutut di hadapan kaki Rumi, berebutan meminta ampun dan mencium tangannya dengan penuh penyesalan. Perlahan-lahan, kerumunan tersebut mulai bubar meninggalkan lokasi kejadian.


Hikmah Mendalam dari Sang Guru

Setelah keadaan kembali tenang, Rumi berkata kepada Syech Syams dengan nada penasaran: "Malam ini Anda telah menempatkan saya dalam ujian yang sangat berat sampai-sampai kehormatan dan reputasi baik saya tercoreng. Apa sebenarnya maksud di balik semua peristiwa ini, wahai guru?"

Dengan penuh kebijaksanaan, Syech Syams menjawab: "Supaya engkau memahami bahwa kehormatan dan wibawa yang selama ini kau banggakan hanyalah ilusi belaka. Apakah menurutmu penghormatan dari orang-orang awam seperti mereka adalah sesuatu yang kekal dan abadi?"

"Lihatlah dengan mata kepalamu sendiri, hanya karena prasangka terhadap sebotol cairan saja, seluruh penghormatan itu lenyap seketika. Mereka yang tadinya memuliakan kini meludahimu, memukuli kepalamu, bahkan hampir merenggut nyawamu. Inilah bentuk kemuliaan semu yang selama ini kau kejar dan perjuangkan, namun sirna dalam sekejap mata."

Sang guru melanjutkan dengan nada bijaksana: "Maka dari itu, bersandarlah pada sesuatu yang tidak dapat digoyahkan oleh perjalanan waktu dan tidak dapat dipatahkan oleh perubahan zaman yang tak terduga." "Bersandar dan bertawakkallah hanya kepada Allah SWT semata."

(Sumber Inspirasi: Kumpulan Kisah Jalaluddin Rumi)


Pesan Moral:

Kisah ini mengajarkan pentingnya tidak terlalu terikat pada penghargaan dan pujian manusia yang bersifat sementara. Kehormatan sejati datang dari keteguhan spiritual dan kedekatاan dengan Sang Pencipta, bukan dari pandangan atau pengakuan manusia yang mudah berubah.


Baca juga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam Menyan...