Mobil Honda Accord bikinan tahun 1983 ini mangkrak tidak lagi digunakan. Tapi mobil tua ini pada paruh kedua dasawarsa 1990-an mencatat sejarah khusus dalam perjalanan hidup KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam menapaki jejak ke tangga kekuasaan menjadi Presiden RI ke-4. Semenjak menjadi Ketua PBNU di Cipasung 1995, dapat dikata keselamatan Gus Dur terancam.
Untuk menjaga keamanan dan keselamatan Guru dan Pemimpin bangsa, berbagai elemen anak-anak bangsa melakukan berbagai usaha dari yang bersifat manuver politik sampai mistis. Mengikuti jejak Wali Songo, dengan berpedoman kepada serat Syeh Subakir, naskah Bhumi Soddhana, naskah Siksa Kandhang Karesian, serat Kidung Purwajati, dan naskah warisan Wali Songo dilakukan upaya-upaya bersifat supra natural agar Gus Dur selamat. Sejumlah prasyarat mistis seperti tanah, air, batu, dan beberapa jenis buah dan tumbuhan dari tempat-tempat tertentu harus diambil sebagai sarana untuk apa yang disebut “tumbal”. Mobil tua inilah yang digunakan untuk mengumpulkan aneka macam prasyarat tersebut, di mana lokasinya berpencar dari Banten, Jawa Barat, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan bahkan di Bali. Tingkat mobilitas kendaraan tua ini makin meningkat sewaktu tahun 1999 menjelang Gus Dur menjadi presiden dan makin meningkat sewaktu menjadi Presiden RI ke-4.
Namun awal tahun 2001, mobil ini berhenti menjalankan tugas karena perubahan kebijakan “politik mistik” akibat pengaruh kuat “kyai” dari Kediri yang mengaku pimpinan Wali Songo abad global, yang salah satu titahnya menetapkan agar Gus Dur menggelar wayang dengan lakon “Semar Mbangun Kahyangan”. Meski tidak lagi menjalankan tugas terkait kekuasaan Gus Dur yang berakhir tahun 2001, mobil tua ini masih menjalankan tugasnya dalam kerangka keamanan dan keselamatan masyarakat dari usaha-usaha rekayasa politik adu domba. Akhir tahun 2003, mobil tua ini pensiun dari tugas-tugas terkait dunia mistis.
Patut dicatat, mobil tua yang tidak dilengkapi AC ini pernah dinaiki KH Hasyim Wahid, adik bungsu Gus Dur, KH Sholahuddin Wahid, adik kedua Gus Dur, ibu Marwah Daud Ibrahim, anggota DPR RI. Berkali-kali mobil tua ini ditawar tukang loak dan besi tua tetapi tidak dijual mengingat riwayat yang terkandung di dalamnya. Ada saran, diapakan kira-kira mobil bersejarah ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam Menyan...