"Membela Nasionalisme tidak ada dalilnya, membela Islam ada dalilnya." Pendapat ini pernah menghebohkan jagad netizen dan sebagian warga netizen menganggapnya sebagai fatwa mutlak. Namun, ada beberapa masalah yang mesti dikaji terkait pernyataan itu:
1. Dimulai dari dalil. Berbicara tentang dalil, tidak semata-mata merujuk kepada apa yang tertulis. Kalaupun tertulis, dalil itu mesti diklarifikasi kembali bagaimana sifatnya; qath'iyyud dalalah atau dzonniyyuddalalah. Setelah jelas sifatnya, mesti dipahami juga kualitas dari dalil itu; wajib, mandub, mubah, makruh atau halal.
2. Jika dikatakan bahwa membela nasionalisme tidak ada dalilnya, yang menjadi pertanyaan adalah dalam sifat dan kualitas seperti apa dalil itu dikatakan tidak ada.
3. Nasionalisme mempunyai dua makna; yang pertama sebagai paham yang diperkenalkan Ernest Renan dan yang kedua, sebagai istilah mencintai tanah air.
4. Dalam konteks mencintai tanah air, hadits riwayat Atturmudzi dan Ahmad menjelaskan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah seorang nasionalis (cinta tanah air):
والله انك لخير ارض الله واحب ارض الى الله ولوﻻ اخرجت منك ما خرجت
Demi Allah, sungguh engkau (kota Makkah) betul-betul bumi Allah yang paling baik dan tanah yang paling dicintai Allah, sekiranya aku tidak dipaksa keluar oleh kaumku, tidaklah aku keluar darimu (Makkah).
Jika dikatakan bahwa kecintaan Nabi kepada Makkah dasarnya adalah keridloan Allah, kenapa pula Nabi Muhammad tidak menetap di Makkah setelah Fathu Makkah?
5. Atas dasar kecintaan kepada Tanah Air itu pula, Nabi Muhammad berdoa:
اللهم حبب الينا المدينة كحبنا مكة او اشد منه
Ya Allah, tanamkan di hati kami kecintaan kepada Madinah seperti kecintaan kepada Makkah, atau kuatkan kecintaan itu (kepada Madinah). (Riwayat al-Bukhary)
WaLlahua'lam
Disarikan dari kultum zuhur di Masjid Kampus UI Depok, 11 Agustus 2015 oleh Abdi Kurnia Djohan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar