Banyak kita temui kasus-kasus mengenai pengamalan sebuah hizib
oleh seseorang yang mengamalkan hizib tanpa bimbingan dan arahan seorang guru
alias (otodidak), dan orang itu menjadi gila, entah karena sebab banyak masalah
atau karena apa, yang jelas ini kehendak gusti Allah Sang Maha Berkehendak
Sesuka-Nya, sejujurnya itu menjadi keprihatinan tersendiri.
Kasus-kasus tersebut setidaknya mengingatkan kita bersama
pentingnya talkin wirid. Modin (ustadz di kampung) saja harus punya lisensi
dari lurah untuk menalkin mayit di kubur apalagi seorang mursyid kammil
mukammil, tidak hanya lisensi tapi juga eksperimen.
Disinilah pentingnya silsilah/sanad para guru karena wirid tidak
hasil mengamalkan sendiri tanpa bimbingan, ibarat sebuah untaian tasbih
pucuknya adalah baginda Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam, jika yang bawah
bergerak maka secara otomatis yang lain ikut bergerak, ada kontinyuitas dan
kesinambungan dari atas hingga ke bawah. Jika tasbih itu terputus, maka
buyarlah ikatan tasbih tersebut. Begitu juga bila ber-hizib tanpa sanad yang
muttashil, maka terputus pula barokahnya, salah-salah malah mendatangkan bala’
bagi pengamalnya.
Perbedaan Wirid dan Dzikir
Dzikir,
dalam bahasa arab berarti "mengingat". Dzikir didalam Al-Qur'an
diartikan sebagai "mengingat Allah". Bisa dilihat dalam firman-NYA:
“Hai orang-orang yang
beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya”
(Al-‘Ahzab : 41)
Didalam
Al-Qur'an tidak disebutkan kapan waktu khusus untuk ber-dzikir (mengingat)
Allah. Akan tetapi yang sering adalah perintah untuk ber-dzikir (mengingat)
Allah, kapanpun, tidak bergantung pada waktu.
Setiap
orang yang beriman diwajibkan untuk senantiasa berdzikir, karena jika lalai
dalam ber-dzikir, maka ia termasuk dalam orang-orang yang merugi, seperti dalam
firman-NYA :
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka
mereka itulah orang-orang yang merugi”
(Al-Munafiquun : 9)
Sedangkan
kata wirid sebenarnya adalah berasal dari bahasa Melayu yang berarti
di-ulang-ulang. Awal mula
pemakaian kata wirid, adalah pada saat penyebaran agama islam di Nusantara.
Wirid digunakan sebagai kata untuk menjelaskan tata cara pembacaan
kalimat-kalimat Allah yang dilakukan secara berulang-ulang, diwaktu-waktu
tertentu, dengan tujuan tertentu (hajat). Hal ini masih bisa dilihat pada para
pelaku tarikat yang membaca kalimat-kalimat Allah tertentu (mis:Laa ilaaha
illallaah).
Jadi sebenarnya perbedaan antara kata Dzikir dan Wirid hanya pada waktu dan tujuannya. Dzikir dilakukan kapan saja dan bertujuan murni untuk mengingat Allah. Sedangkan Wirid diartikan sebagai ritual mengucapkan kalimat Allah diwaktu-waktu tertentu dengan tujuan tertentu (mis: hajat). Karena ada waktu dan tujuan tertentu, maka diperlukan guru pembimbing, selayaknya obat yang bila terlalu berlebihan atau terlalu sedikit, maka tidak memberi manfaat, malah menjadi bala’ bagi pengamalnya. Lalu bagaimanakah hukumnya dengan wirid, sebagai sebuah amalan ibadah? Jika disandarkan dengan hadits berikut:
"Rasulullah bersabda : ‘Sesungguhnya aku berkata bahwa kalimat : ‘Subhanallah, wal hamdulillah, wa Laa Ilaaha Illallah, wallahu akbar’ (Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Allah Maha Besar) itu lebih kusukai daripada apa yang dibawa oleh matahari terbit."
(HR Bukhari dan Muslim)
Maka berarti wirid termasuk ibadah yang diperbolehkan, selama sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah dan selama tidak melanggar perintah Allah (menggunakan Asmaul Husna).
Macam Wirid
Definisi wirid disini mencakup berbagai doa atau kalimat yang
dibaca di berbagai kesempatan baik setelah sholat atau dikala punya hajat
penting dan sebagainya. Perlu diketahui pembagian wirid agar kita sendiri bisa
mengira-ngira apa fungsi, dosis dan waktu yang afdhol dalam mengamalkan wirid
tersebut. Ada dua jenis wirid/hizib yang dibagi berdasarkan asalnya :
1. Ma'tsur, di ambil dari al-Qur'an atau Hadits Nabi SAW secara
literal atau boso bulenya letterlijk, doa2 ini terdapat dalam Al-Quran seperti
doa sapu jagad (robbana atina dst), atau doa iktirof (robbana dzolamna anfusana
dan seterusnya). Dalam hadits Nabi kita bisa membaca berbagai macam doa di
dalam karya Al-Imam An-Nawawi Ad-Dimasyqi yakni Al-Adzkar An-Nawawiyah.
2. Ghoir Ma'tsur, wirid ini hasil racikan dan eksperimen namun
substansinya tetap mengacu kepada Al-Quran atau hadits Nabi shollallahu alaihi
wasallam. Hizib termasuk kategori ini, karena terdapat berbagai 'rahasia' di
balik hizib ini, maka perlu pembimbing atau mursyid yang berlisensi sekaligus
berpengalaman, hizib ibarat obat yang diracik oleh para guru mursyid karena
dosisnya yang khusus namun biasanya cukup berat, tidak dianjurkan bagi para
pemula untuk mengamalkan tanpa bimbingan dan ijazah seorang Mursyid.
Ijazah
Ijazah yang dimaksud adalah
perkenan untuk membaca suatu amalan wirid dengan tata cara yang ditentukan.
Adalah suatu keharusan bagi pengamal wirid untuk mengijazahkan amalan yang
mereka terima.
Ada 3 jenis ijazah :
1. Ijazah ‘Ammah ( umum ), jenis ini sangat gampang di
jumpai. Misalnya dari buku-buku doa yang menyampaikan informasi tentang bentuk
suatu amalan wirid. Atau pun dari suatu majelis yang memberikan Ijazah untuk
jamaahnya secara global. Biasanya Ijazah jenis ini tidak menyertakan jumlah
hitungan dan sanadnya. Contohnya seorang Kyai memberikan keterangan tentang
faedah suatu sholawat, dan menyarankan membacanya agar mendapatkan faedah yang
dimaksud. Ijazah ‘ammah juga biasanya tidak melihat siapa yang menjadi
pembacanya. Jadi siapapun bisa dan boleh mengamalkan wiridan tersebut.
2.
Ijazah Khususiyah ( Khususon ), Ijazah jenis ini lebih spesifik. Biasanya
dilihat dari karakter sipengamal dan ijazah yang dikeluarkan. Jenis wirid yang
dikeluarkan juga lebih khusus. Misalnya Hizib atau Asma. Semua karakter amalan
yang mengandung tingkat karakteristik lebih ‘ panas ‘ biasanya di ijazahkan
secara hati-hati. Ataupun suatu amalan yang notabene lebih ringan namun
mempunyai tata cara khusus untuk sampai ke tingkat terbukanya Hijab /
keterkabulan Hajat si pengamal. Beberapa hal yang menyertai Ijazah ini adalah
adanya :
2.A. Sanad / mata rantai mujiz
Sanad
ini pun terbagi dua :
•
Sanad Sughro
Ijazah
ini mempunyai sanad yang tidak terlalu panjang. Mungkin hanya sebatas 3 orang
sampai 5 nama, menyertakan Mujiz-nya.
• Sanad Kubro
Ijazah
ini mempunyai sanad yang lebih lengkap dan panjang juga biasanya disertai
dengan beberapa nama khusus yang berkaitan dengan isi amalan wirid tersebut.
Misalnya nama dari beberapa penjaga ( baca : Khodam ayat ) yang menyertai
amalan itu. Untuk sanad yang seperti ini biasanya di punyai oleh Jama’ah
Thoriqoh. Hanya saja tidak ada nama khodam ayat seperti dalam amalan hikmah.
2.B Hitungan / jumlah
Untuk
hitungan pun, ijazah jenis ini lebih disiplin. Sang Mujiz biasanya menyertakan
sejumlah bentuk hitungan dalam bacaan tersebut. Ada hitungan ringan untuk
harian yang terbagi menjadi 3 waktu dan Hitungan darurat.
Sebagai contoh pembagiannya seperti dibawah ini :
Sebagai contoh pembagiannya seperti dibawah ini :
2.B.I. Hitungan Harian
•
Hitungan ringan.
Wirid
yang dibaca dalam satu waktu dalam sehari diwaktu tertentu. Misalnya : Ayat
Qursyi yg dibaca 3 kali saat waktu maghrib.
•
Hitungan sedang.
Wirid
yang dibaca 2 kali dalam waktu tertentu. Misal : Ayat Qursyi dibaca 3 kali saat
waktu maghrib dan shubuh.
•
Hitungan berat.
Wirid
yang dibaca setiap ba’da sholat fardhu. Misal : Ayat Qursyi dibaca 3 kali
setiap ba’da sholat fardhu.
2.B.II. Hitungan darurat
• Hitungan khusus yang berkaitan dengan saat Riyadhoh.
Hitungan ini biasanya hanya dibaca saat menjalani /
melakoni Riyadhoh, selesai riyadhoh maka jumlah itu diturunkan untuk pengamalan
harian.
• Hitungan khusus yang berkaitan dengan Hajat
• Hitungan khusus yang berkaitan dengan Hajat
Hanya dibaca satu kali saja dalam riyadhoh untuk
mendapatkan Hajat. Ijazah jenis ini biasanya mempunyai dosis yang lumayan
berat.
3. Ijazah Ghoibiyah, Ijazah jenis ini jarang diterima orang awam. Biasanya hanya diterima kalangan Khowas / mursyid tertentu. Setelah melampaui berbagai syarat maka bisa ditentukan apakah ijazah ini berlaku untuk dirinya sendiri atau bisa dikeluarkan kepada umat. Ijazah jenis ini menjadi bukti akan keramatnya seorang ‘ khowas ‘ dan dekatnya maqom beliau kepada Allah Ta’ala. Namun pada beberapa kasus ada juga orang-orang tertentu mendapatkan ijazah ghoibiyah. Dan yang terbaik adalah dipertanyakan kepada yang mengerti ( Mursyid. Red ). Biasanya ijazah ini akan membawa kebaikan bagi sipenerima. Baik urusan dunia dan akhiratnya. Terlebih bagi kepribadian yang bersangkutan. Pasti akan mengalami perobahan kearah yang lebih agamis, santun dan terarah.
Kesimpulan
Kesimpulannya, silakan amalkan wirid apapun, baik yang ma'tsur
dengan niat itiba' atau mengikuti perkataaan baginda Nabi SAW. Untuk wirid
Ghoir Matsur, sangat disarankan cari guru pembimbing, karena yang tahu dosis,
kegunaan dan waktu pembacaan yang tepat adalah si penyusun yang sudah
berlisensi dan melakukan penelitian njlimet terkait hizib yang dibuatnya dan
penggantinya yang sudah diberi ijin oleh si penyusun hizib terus hingga ke
bawah.
"Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat
dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang."
(Al Baqoroh: 37)
WaLlahua’lam
Sumber
: Oki Yosi, judul asli "Wirid Perlukah Lisensi ???",
dengan penambahan bahan tulisan
dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Salam Menyan...