Dunia
memiliki berbagai macam agama yang dianut oleh para penganutnya masing-masing,
yang dianggap panutan dan fitrah baginya. Indonesia merupakan Negara yang
berpenduduk mayoritas beragama Islam, bahkan memiliki penganut agama Islam
terbesar di dunia. Hal ini merupakan suatu
kebanggaan sekaligus suatu tantangan yang akan dihadapi
oleh bangsa Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya. Ini terjadi
sebagian besar masyarakat Indonesia belum memahami secara mendalam makna
yang terkandung di dalam agama Islam itu sendiri.
Islam
memiliki keistimewaan tersendiri ketika dibandingkan dengan ajaran lainnya.
Keistimewaan dimaksud diantaranya terkait dengan syariatnya yang tetap menjadi
rujukan kehidupan sekalipun zaman terus tergulir tanpa henti. Keadaan tersebut
amat berbeda jika dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Karena agama lainnya
bersifat lokal, parsial dengan peruntukannya hanya untuk komunitas itu.
Islam
merupakan nama bagi agama Allah yang disampaikan oleh para Nabi dan Nabi
Muhammad. Islam sebagai agama akhir zaman bersifat mengayomi apa yang kurang
dan melebihbaguskan apa yang tetap masih dianggap berlaku.
“Islam
adalah agama damai yang mencintai kemanusiaan. Ia membawa rahmat dan kedamaian
bagi seluruh alam. Bahkan, walau dalam keadaan bermusuhan, Islam tetap
memerintahkan kejujuran tingkah laku dan perlakuan yang adil.” (M. Quraish
Shihab)
Islam
bukan sebuah agama baru, tetapi merupakan bagian yang integral dari kelanjutan agama-agama
besar yang telah diturunkan secara berkelanjutan dari seluruh kesejarahan
ummat. Berbagai rasul telah diutus dalam momen yang berbeda untuk menegakkan
agama yang universal sesuai dengan situasi dan kebutuhan zamannya. Islam erat
hubungannya dengan gerakan-gerakan lain yang dihadirkan untuk menegakkan eman
sipasi dan mengubah pola hidup manusia menjadi lebih sempurna disepanjang
sejarah.[1]
Berakar
dari pemaparan tentang Islam, dapat bermakna bahwa islam membawa kedamaian dan
menciptakan rasa damai dalam kehidupan. Bila kita menangkap pemahaman lebih
dalam tentang islam, bahwasannya islam selalu mengutamakan kerukunan dan
toleransi sebagaimana yang tertuang dalam Ideologi Negara, Pancasila. Selain
itu, islam juga membawa keselamatan atau terhindar dari bencana, baik bencana
hidup di dunia maupun di akhirat. Karena Allah menjamin mereka-mereka yang
menganut agama islam. “Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki
dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai,
kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga
'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang
besar.” (Q.S. At-Taubah/09: 72)
Persatuan dan
kesatuan
Pancasila
telah melandasi adanya persatuan dan kesatuan antarsesama manusia. Persatuan
dan kesatuan itu terbentuk dengan saling menghormati dan menghargai termasuk
perbedaan agama, suku dan ras. Dengan adanya toleransi tersebut, maka bangsa
Indonesia memiliki kedamaian jiwa. Tak hanya itu, hidup rukun, saling meyayangi
juga terjalin dalam kehidupan mereka.
Terimplementaikannya
persatuan kesatuan dapat dipicu dengan mengerjakan ajaran-ajaran agama islam
yang berorientasi pada pembentukan perdamaian di tengah umat manusia. Antara
lain:
a)
Tidak berbuat
kedhaliman
Kedzaliman adalah sumber petaka yang dapat merusak stabilitas
perdamaian dunia. Penindasan, penyiksaan, pengerusakan, pengusiran,
imperialisme modern yang kerap terjadi pada negara-negara Muslim saat ini
membuahkan reaksi global melawan tindakan bejat itu dengan berbagai macam cara,
hingga perdamaian semakin sulit terwujud. Maka selayaknya setiap insan sadar
bahwa kedzaliman adalah biang kemunduran. Dengan demikian jika menghendaki
kehidupan yang damai maka tindakan kedzaliman harus dijauhi.
b)
Pembuktian
adanya persamaan derajat
Persamaan derajat diantara manusia merupakan salah satu hal yang
ditekankan dalam Islam. Tidak ada perbedaan antara satu gologan dengan golongan
lain, semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kaya, miskin, pejabat,
pegawai, perbedaan kulit, etnis dan bahasa bukanlah alasan untuk
mengistimewakan kelompok atas kelompok. Dengan adanya persamaan derajat itu,
maka semakin meminimalisir timbulnya benih-benih kebencian dan permusuhan di
antara manusia, sehingga semuanya dapat hidup rukun dan damai.
c)
Menjunjung
tinggi keadilan
Islam sangat menekankan perdamaian dalam kehidupan sosial di tengah
masyarakat, keadilan harus diterapkan bagi siapa saja walau dengan musuh
sekalipun. Karena dengan ditegakkannya keadilan, maka tidak ada seorang pun
yang merasa dikecewakan dan didiskriminasikan sehingga dapat meredam rasa
permusuhan, dengan demikian konflik tidak akan terjadi.
d)
Memberikan kebebasan
Islam menjunjung tinggi kebebasan, terbukti dengan tidak adanya
paksaan bagi siapa saja dalam beragama, setiap orang bebas menentukan
pilihannya. Dengan adanya kebebasaan itu maka setiap orang puas untuk
menentukan pilihannya, tidak ada yang merasa terkekang hingga berujung pada
munculnya kebencian. Dengan kebebasan ini, jalan menuju kehidupan damai semakin
terbuka lebar.
e)
Membiasakan hidup
rukun dan saling tolong-menolong.
Islam juga menyeru kepada umat manusia untuk hidup rukun saling
tolong menolong dalam melakukan perbuatan mulia dan mengajak mereka untuk
saling bahu membahu menumpas kedzaliman di muka bumi ini, dengan harapan
kehidupan yang damai dan sejahtera dapat terwujud.
f)
Toleransi
Islam menganjurkan kepada umatnya saling toleransi atas segala
perbedaan yang ada, dalam rangka mencegah terjadinya pertikaian yang dapat
merugikan semua pihak.
g)
Meningkatkan
solidaritas sosial
Solidaritas sosial juga ditekankan oleh agama mulia ini untuk
ditanamkan kepada setiap individu dalam masyarakat, agar dapat memposisikan
manusia pada tempatnya serta dapat mengentaskan kefakiran, kebodohan dan
kehidupan yang tidak menentu. Maka Islam mewajibkan kepada orang yang mampu
untuk menyisihkan hartanya guna diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Termasuk
8 golongan mustahiq: fakir, miskin, budak, amil, muallaf, ghorim, sabilillah,
fi sabilillah.
Selain
dibutuhkan toleransi dan menghormati antar sesama. Persatuan dan kesatuan juga
harus didukung dengan kepemimpinan yang efektif dan pemimpin yang layak untuk
dijadikan pemimpin. Sebagian orang berasumsi bahwa pemimpin itu boleh dari
kalangan beda agama, karena mereka menilik dari filsafat pancasila sila ke-3
“Persatuan dan Kesatuan” yakni dengan adanya toleransi.
Kini,
telah terjadi suatu kota yang dipimpin oleh pemimpin beda agama, sebut saja
kota DKI Jakarta. Kota ini banyak dibincangkan di masyarakat bahkan di media
cetak maupun media sosial. Apalagi berita yang paling menghangatkan (hot
news) tentang Gubernur DKI Jakarta menjadi tersangka penistaan agama,
dengan menyatakan bahwa surat al-maidah/05 ayat 51 telah membohongi seluruh
rakyat, yang mana pemimpin orang muslim tidak boleh dari orang non muslim.
(Kompas.com, 15/11/16)
Lanjutan Bag. 2
[1] Abadi, dalam Bashir A. Dabla, Dr. Ali syariati
dean, Metodologi Pemahaman Islam, terj. Bambang Gunawan, dalam jurnal
al-hikmah No. 4 Bandung., 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar