Ulama
Baghdad meriwayatkan :
Bahwa
di Baghdad ada seorang ulama', seusai sholat Jum'at berangkatlah ia diiringi para santri-santrinya berziarah ke pemakaman untuk
membacakan surat fatihah dan dihadiahkan kepada arwah muslimin. Ini beliau
lakukan setiap jum'at
Di
tengah perjalanan ia menemukan seekor ular hitam yang sedang melata. Dipukulnya
ular itu dengan tongkat sampai mati. Setelah ular dibunuh langsung saja alam
sekitar daerah itu diliputi kabut kelam dan menjadi gelap.
Para
santrinya tambah terkejut karena gurunya mendadak hilang. Mereka berusaha
mencari ditiap-tiap tempat namun tidak ditemukan. Tiba-tiba gurunya muncul
kembali dengan pakaian serba baru. Mereka heran, dan segera menghampiri gurunya
sambil menanyakan kejadian yang dialaminya. Kemudian
diceritakannya bahwa asal kejadian itu begini permulaannya:
"Tadi
waktu cuaca gelap, aku dibawa oleh Jin menuju sebuah pulau. Lalu aku dibawa
menyelam kedasar laut menuju suatu daerah kerajaan jin, dan aku dihadapkan
kepada sang raja jin. Pada waktu aku bertemu, ia sedang berdiri di atas
singgasana mahligai kerajaannya.
Dihadapannya
membujur sesosok mayat di atas panca persada yang sangat indah bentuknya.
Kepala mayat itu pecah, darah mengalir dari tubuhnya.
Sejurus
kemudian sang raja jin bertanya kepada pengawalnya yang membawa aku:
"Siapa orang yang kau bawa itu?".
Para
pengawalnya menjawab : "Inilah orang yang telah membunuh putera tuanku raja".
Lalu
raja jin menatap tajam padaku dengan muka marah. Wajahnya merah padam, dengan
geramnya raja jin menghardikku: "Mengapa kamu membunuh anakku yang tidak
berdosa? Bukankah kamu lebih tahu tentang dosanya membunuh, padahal kamu
katanya seorang ulama' yang mengetahui masalah-masalah hukum ?!", dia
berkata dengan suara lantang muka berang menakutkan.
Segera
aku menjawab menolak tuduhan itu: "Perkara membunuh anakmu aku tolak,
apalagi yang namanya membunuh, bertemu mukapun aku belum pernah."
Raja
jin menjawab :"Kamu tidak bisa menolak, ini buktinya, para saksinya juga
banyak!".
Lalu
dengan tegas tuduhan itu kusanggah: "Tidak, tidak bisa, semuanya bohong,
itu fitnah semata!".
Para
saksi jin mengusulkan supaya raja memeriksa darah yang melekat diujung
tongkatnya. Lalu sang raja bertanya: "Itu darah apa yang ada
ditongkatmu?".
Aku
menjawab: "Darah ini bekas cipratan darah ular yang kubunuh".
Raja
jin berkata dengan geramnya: "Kamu manusia yang paling bodoh. Kalau kamu
tidak tahu ular itu anakku!".
Dikala
itu, aku bingung tidak bisa menjawab lagi, sehingga aku pusing, bumi dan langit
terasa sempit karena sulit mencari jalan pemecahannya.
Raja
jin melirik kepada seorang hakim selaku aparatnya seraya berkata: "Manusia
ini sudah mengakui kesalahannya, ia telah membunuh anakku, kamu harus segera
memutuskan hukumannya yaitu ia harus dibunuh!".
Setelah
jatuh keputusan, aku diserahkan kepada seorang algojo. Pada waktu kepalaku akan
dipancung, algojo sedang mengayunkan pedangnya kearah leherku, tiba-tiba muncul
seorang laki-laki tampan bercahaya sambil berseru: "Berhenti! Sekali-kali
jangan kau bunuh orang ini, ia murid Syekh Abdul Qodir", sambil matanya
menatap raja jin dengan sorotan tajam. Lalu ia berkata: "Coba apa
jawabanmu kepada Syekh kalau beliau marah padamu karena membunuh
muridnya?".
Raja
jin melirik ke arahku sambil berkata: "Karena aku menghormati dan
memuliakan Syekh, dosamu yang begitu besar kuampuni, dan kamu bebas dari
hukuman. Tetapi sebelum kau pulang, kamu harus jadi imam sholat untuk
menyembahyangkan mayat anakku almarhum dan bacakan istighfar mohon diampuni
dosanya".
Setelah
selesai menyembahyangkan, pada waktu pulang aku diberi hadiah pakaian bagus dan
diantarkan ketempat semula tadi".
Kisah ini menjadi i'tibar bahwa manfaat karomah dan barokahnya seorang sang guru akan menolong hidup sang murid itu. Maka jangan sekali-kali kita melupakan dan meremehkan seorang guru apalagi sampai mencaci maki, akan terputus semua berkah ilmu dan umur yang kita terima dari Allah SWT. Habib Umar bin Hafidz pernah berkata, " Siapa saja yang mencintai Allah SWT maka dia harus mencintai Rasulullah SAW, siapa saja yang mencintai Rasulullah SAW maka dia harus mencintai gurunya".
Wallohu a'lam
Sumber : Tafrijul Khotir halaman 34
Keterangan gambar : KH. Abdurrahman Wahid (Gus dur) dan KH. Hasan Abdul Wafi Paiton