Prof. Dr. Hasan Hanafi
(Ulama Mesir) pernah mengungkapkan bahwa "fundamentalisme dalam Islam telah
bergeser ke arah radikalisme Islam" yang notabene berujung pada tindakan anarkisme dan terorisme. Jika dahulu Fundamentalisme Islam
berkonotasi positif saat berada di tangan ulama semisal Ibn Taimiyyah, kini fundamentalisme berkonotasi negatif di tangan kelompok-kelompok yang bergerak
mengatas namakan agama tertentu, dalam kasus ini adalah Islam. Sikap dan
tindakan radikal sendiri biasanya lahir dari ke-fundamental-an dalam berfikir.
Cara beragama orang2
fundamental sendiri cenderung menghasilkan penyakit kejiwaan, bukan agama-nya
yang menyebabkan gangguan kejiwaan, melainkan CARA BERAGAMA-nyalah yang
menyebabkannya. Maka di sini perlu kami tegaskan bahwa cara beragama
fundamental cenderung menghasilkan sikap serta tindakan yang menjurus kepada
radikal. Sungguh hal yang disayangkan mengingat, sejatinya, fundamentalisme
modern pada awalnya merupakan gerakan kebangkitan Islam, seperti yang diusung
oleh Al-Afgani (W. 1879), tetapi kini kemudian bergeser kepada fundamentalisme
eksklusif-radikal yang cenderung melahirkan tindak anarkhisme.
Lalu apa ciri-ciri dari
kelompok fundamentalis radikal ini?. Syaikh Yusuf Qordawi mengungkapkan bahwa
kelompok fundamentalis radikal yang fanatik dapat dicirikan oleh beberapa
karakter, sebagai berikut:
1. Acapkali mengklaim
kebenaran tunggal. Sehingga mereka dengan mudahnya menyesatkan kelompok lain
yang tak sependapat dengannya. Mereka memposisikan diri seolah-olah
"nabi" yang diutus oleh Tuhan untuk meluruskan kembali manusia yang
tak sepaham dengannya.
2. Cenderung mempersulit
agama dengan menganggap ibadah mubah atau sunnah seakan-akan wajib dan hal yang
makruh seakan-akan haram. Sebagai contoh ialah fenomena memanjangkan jenggot
dan meninggikan celana di atas mata kaki. Bagi mereka ini adalah hal yang
wajib. Sementara masalah dari pertanyaan, semisal, "sudahkan zakat
menyelesaikan problem kemiskinan umat?", "sudahkan shalat menjauhkan
kita dari berbuat kemunkaran dan kekacauan sosial?" Adalah hal yang
terlewat oleh mereka. Jadi mereka lebih cenderung fokus terhadap kulit daripada
isi.
3. Mereka kebanyakkan
mengalami overdosis agama yang tidak pada tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah
mereka mengesampingkan metode gradual, "step by step", yang digunakan
oleh Nab dan Walisanga. Sehingga bagi orang awam, mereka cenderung kasar dalam
berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam menyampaikan. Tetapi
bagi mereka sikap itu adalah sebagi wujud ketegasan, ke-konsistenan dalam
berdakwah, dan menjunjung misi "amar ma'aruf nahi munkar". Sungguh
suatu sikap yang kontra produktif bagi perkembangan dakwah Islam ke depannya.
4. Mudah mengkafirkan orang
lain yang berbeda pendapat. Mereka mudah berburuk sangka kepada orang lain yang
tak sepaham dengan pemikiran serta tindakkannya. Mereka cenderung memandang
dunia ini hanya dengan dua warna saja, yaitu hitam dan putih. Tentu saja mereka
dan orang yang sepaham dengannya adalah si putih, sementara orang luar yang tak
sepaham dengannya mereka letakkan dalam kotak hitam.
Setelah menyimak karakter dari fundamentalis radikal tersebut, kita wajib
bertanya kepada diri kita, apakah kita termasuk yang "sakit jiwa"
dalam beragama? Dan kita juga perlu menilai, apakah mereka (kelompok-kelompok
yang meresahkan dengan berbalut topeng agama) adalah kelompok yang termasuk ke
dalam karakter fundamentalisme radikal?. Semua dikembalikan kepada penilaian
masing-masing.
Anda boleh berbeda pandangan dengan seseorang dan itu sah - sah saja, namun
alangkah bijaknya jika ketidak setujuan anda dengan pandangan seseorang di
sampaikan dengan cara yang elegan pula agar bisa menjadi pendidikan yng baik
bagi kita bersama . Nabi SAW pernah bersabda bahwa bukanlah seorang Muslim, yakni
orang yang gemar mencaci dan melaknat.
Wallohu A'lam