Rabu, 04 Maret 2015

Sekelumit Kitab Faidhur Rahman Karya KH. Sholeh Darat, Semarang (Bagian 2)

Lanjutan....
     

      Dengan menyadari bahwa keberadaan/eksistensi kita/manusia adalah karunia/pemberian Allah, maka kita harus bersikap sesuai dengan apa yang kehendaki Nya. Salah satunya Allah lah yang menciptakan semua manusia yang hidup di muka bumi {rahman}, dan Dia pula yang menentukan siapa yang beriman {rahim} dan siapa yang kafir. Maka bagi yang di karuniai iman oleh Allah hendaklah menyadari bahwa mereka yang tidak beriman itu adalah atas "kehendak Allah", manusia tidak berhak membenci dan memusuhi sesama manusia {dalam konteks sesama makhluk}. 


      Cobalah bayangkan jika anda yang ditentukan sebagai orang kufur oleh Allah, bisa apakah anda...?? Mengenai perintah untuk membenci kekufuran, yang harus di benci adalah perbuatan kufur nya bukan manusianya, karena...., bagaimana mungkin anda boleh membenci suatu ciptaan Allah...? sedang semua perbuatan Allah itu baik..? Sedangkan Allah sendiri tidak pernah menghukum mereka-mereka yang kufur selama masih di dunia ini. Tugas anda yang beriman hanyalah menyampaikan kepada mereka apa yang telah Allah berikan kepada anda, sisanya adalah urusan Allah dan makhluk ciptaan Nya. Hal ini berkaitan dengan pemahaman terhadap Qadha dan Qadar, taqdir dan maqdur.  



      Dalam teori ilmu kalam yang berkaitan dengan perbuatan manusia, Kyai Saleh Darat menjelaskan tentang perbuatan manusia paham Ahlus Sunnah yang berada di tengah antara Jabariyah dan Qodariyah. Sebagai ulama yang berfikir maju, ia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru menyerahkan diri secara pasrah kepada Yang Maha Esa. Ia sangat mencela orang yang tidak mau bekerja keras karena memandang segala nasibnya telah ditaqdirkan Allah SWT. Sebaliknya, ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatannya



      Adapun makna Maaliki yaumiddin itu yaitu yang memiliki dan menguasai  hari kiamat. Tegasnya menguasai semua perkara di hari pembalasan. Amalan jelek akan dibalas kejelekan. Amalan bagus dibalas bagus atau hasanah. Akan menentukan dibawa ke neraka ataukah surga pada hari kiamat. Tidak ada yang kuasa menghalang-halangi dunia kiamat selain Allah SWT. Karena sesungguhnya Dia Al-Waahidul Qahhar (Maha Esa dan Perkasa).  



      Barangsiapa beramal kebaikan seberat semut hitam pun, Allah tetap akan meninggalkan catatan amal baginya. Faman ya’mal mitsqola dzarrotin khoiroyyaroh. Artinya barangsiapa berbuat kebajikan seberat biji sawi (sekecil apapun) pasti mendapat balasan yang setimpal. 



      Besok di hari kiamat terhadap manusia yang mempunyai amal bagus maka Allah SWT berfirman 'Ya fulan masuklah kamu ke dalam surga dengan membawa amalmu'. Kemudian menjawab ya ilahi amalku yang mana?Maka jawab Allah, meski amalan kalian yang saat mau tidur merebahkan lambung masih mengucapkan kata-kata : Allah Allah… Maka Allah berfirman: Adapun Aku tidak pernah lupa dan tidur, Aku selalu menghitung apa pun yang kalian kerjakan.



      Adapun di hari kiamat (maaliki yamiddin) nanti tidak ada raja selain Allah SWT. Disebut jugamaalik al abiid, maha raja yang membawahi abiid. Dan juga sesungguhnya besok manakala dunia kiamat berkumpul beberapa raja di dunia, mereka lebih hina dari rakyat, 



      Dalam al-Mufradat dikatakan: Malakut dikhususkan bagi kekuasaan Allah Ta’ala. Penambahan wawu dan ta` untuk menggambarkan sangat besar dalam hal kekuasaan, kasih sayang, dan keperkasaanNya.. Al-mulk berarti mengontrol sesuatu dan mengelolanya dengan perintah dan larangan. 


      Maha Suci Allah Ta’ala yang kepemilikan  atas segala sesuatu  berada di bawah kekuasaan-Nya. Menyucikan-Nya merupakan keharusan mutlak. Mensucikan-Nya dari kelemahan yang mereka nisbatkan kepada-Nya. Maka heranlah kamu terhadap ucapan mereka yang menisbatkan kekurangan kepada Allah Ta’ala.


Wassalam.




Sumber : NU Online, dengan judul asli : RA Kartini Mengaji Kitab Faidhur Rahman

Penulis : Prof. DR. HM. Muchoyyar, HS, MA, Pimpinan Pesantren Budaya Asmaulhusna (Sambua) Lasem

Jumat, 27 Februari 2015

Kisah Tempayan yang Bocor

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan satunya lagi tidak. Tempayan yang utuh selalu dapat membawa air penuh, walaupun melewati perjalanan yang panjang dari mata air ke rumah majikannya. Tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.
Hal ini terjadi setiap hari selama dua tahun. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan utuh merasa bangga akan prestasinya karena dapat menunaikan tugas dengan sempurna. Di pihak lain, si tempayan retak merasa malu sekali akan ketidaksempurnaanya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya ia dapat berikan.
Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu kepada diri saya sendiri dan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya".
"Mengapa?" tanya si tukang air, "Mengapa kamu merasa malu ?" Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa. Adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi."
Si tukang air merasa kasihan kepada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia menjawab," Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan sisi di sepanjang jalan."
Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali merasa sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor dan kembali tempayan retak itu meminta maaf kepada si tukang air atas kegagalannya.
Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu tidak memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu ? tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan lain yang tidak retak itu ?" Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini, aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa adanya kamu , majikan kita tidak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."
Jadi kadang kita berpikir bahwa kita tidak berguna, namun sebenarnya kita telah melakukan sesuatu yang sangat indah dan berguna tanpa kita sadari.

Kisah ini sekaligus bisa menjadi motivasi kita agar tidak berlarut-larut menyesali kekurangan, terus berusaha memperbaiki diri dan pantang menyerah dalam menghadapi apapun. Semua hal pasti ada hikmah yang kita belum tahu, hanya kepada Allah SWT kita berpasrah. Sikap tersebut merupakan pengejawentahan firman Allah SWT yang artinya :
“.. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”

(QS. al-Baqarah [2]: 216)

WaLlahu a'lam.

Kamis, 26 Februari 2015

Islam dan Fungsi Keadilan

Oleh: KH. Abdurrahman Wahid

Dalam tulisan-tulisan terdahulu, tampak jelas bahwa Islam tidak mementingkan bentuk kelembagaan, melainkan fungsi-fungsi lembaga. Karena itu, Islam tidak mengenal konsep tentang negara, melainkan tentang fungsi-fungsi negara. Dengan demikian, sebuah konsep negara bangsa (nation-state) menjadi sama nilainya dengan negara Islam. Pentingnya fungsi tersebut, akan dibicarakan dalam tulisan ini. Karenanya, prinsip pentingnya fungsi harus sudah dimiliki ketika membahas tulisan ini.

Sikap ini, tidak berarti Islam memusuhi konsep negara agama, termasuk konsep tentang Negara Islam, melainkan hanya menunjukkan betapa bentuk negara bukanlah sesuatu yang esensial dalam pandangan Islam, karena segala sumber-sumber tekstual (adillah naqliyah) tidak pernah membicarakan bentuk-bentuk negara. Yang selalu dibicarakan adalah berbagai fungsi dari sebuah negara, dan ini mengaharuskan kita untuk membuat telaahan secara mendalam mengenai konsep Negara Islam tersebut. Tanpa telaahan yang mendalam, kita akan bertindak gegabah dan bersikap emosional dalam menyusun konsep tersebut. Hal ini nyata-nyata bertentangan dengan petunjuk tekstual itu sendiri. Kitab suci Al-qur’an telah berfirman: “bertanyalah kepada yang mengerti, jika kalian tidak mengetahui masalah yang dibicarakan” (fa al-as’aluu ahla al-dzikri in kuntum laa ta’lamuun).

Sikap ini, harus di ambil dan dimiliki kaum muslimin, jika mereka ingin menegakkan agama dan menjunjung tinggi ajaran-ajaran-Nya. Sikap emosional itu sendiri, dalam jangka panjang akan sangat merugikan, sedangkan dalam jangka pendek akan menambah keruwetan dalam perjuangan kaum muslimin sendiri. Ini bukan berarti penulis menentang gagasan adanya partai Islam, bahkan menegaskan bahwa parai-partai tersebut harus membuat telaahan tentang Negara Islam, hingga gagasan tersebut benar-benar dapat diterima oleh akal yang sehat dan oleh hati nurani kita sendiri. Hanya dengan sikap seperti itulah, perjuangan kaum muslimin akan membawa hasil yang diharapkan, dan mampu membawa kaum muslimin tersebut kepada pemenuhan tujuan yang diharapkan: “negara yang baik, penuh dengan pengampunan Tuhan” (baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur).

*****

Salah satu fungsi negara dalam pandangan Islam, adalah menegakkan keadilan. Firman Allah dalam kitab suci Al-qur’an berbunyi; “wahai orang-orang yang beriman, tegakkah keadilan dan jadilah saksi bagi Allah, walaupun mengenai diri kalian sendiri” (yaa ayyuha al-ladzina amanuu kuunu qawwamiina bi al-qishti syuhada’a lillahi walau ‘ala anfusikum). Jelas di sini, yang diminta adalah fungsi keadilan, bukannya bentuk penyelenggaraan keadilan oleh negara.

Jelas dari ayat ini, Islam lebih mementingkan penyelenggaraan keadilan, dan bukan bentuknya. Adakah keadilan itu mengambil bentuk ditetapkannya hukuman-hukuman pidana, ataukah berupa tender yang independen dan bebas dari permainan orang dalam (insider’s trading), tidaklah menjadi persoalan benar. Yang terpenting adalah berfungsinya keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Ini yang harus dipegangi oleh umat Islam dalam menegakkan negara, jika diinginkan kesejahteraan bersama dapat diraih oleh seluruh warga bangsa.

Walaupun agak menyimpang dari pembahasan pokok ayat ini, dapat dikemukakan pendapat Al-‘athmawi, mantan ketua Mahkamah Agung (MA) Mesir, bahwa Hukum Pidana Islam mengenal prinsip menghindari dan menghukum (deterrence and punishment) terhadap/atas pelanggaran-pelanggaran pidana yang terjadi, karenanya setiap hukum yang memuat pinsip ini, termasauk hukum Pidana Barat (Napoleonic Criminal Law) yang berlaku di Mesir saat ini, sudah berarti melaksanakan hukum Pidana Islam tersebut. Memang, terjadi perdebatan sengit tentang pendapat Al-‘athmawi tersebut, tetapi penjelasan di atas menunjukkan besarnya kemungkinan yang dikandung oleh firman Allah di atas dalam penyelenggaraan negara yang sesauai dengan prinsip-prinsip Islam.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, yang terpenting adalah bagaimana keadilan itu dapat diwujudkan, bukannya bentuk negara yang diinginkan. Maka, jelaslah Islam lebih mementingkan fungsi dan bukan bentuk negara, suatu hal yang sering kita lupakan. Karenannya, pembahasan kita selanjutnya lebih baik ditekankan pada fungsi penyelenggaraan pemerintahan dari pada bentuk negara yang diinginkan.

*****

Strategi yang demikian sederhana, ternyata tidak dimengerti banyak orang. Apakah sebabnya? Karena orang lebih mementingkan formalitas sesuatu dari pada fungsinya. Tetapi, Islam juga mempunyai formalitas lain, yaitu pentingnya permusyawaratan/rembugan. Kitab suci Al-qur’an menyatakan; “dan persoalan mereka haruslah di musyawarahkan oleh mereka sendiri” (wa amruhum syura bainahum), berarti secara formal Islam mengharuskan adanya demokrasi. Dalam sistem demokratik yang sebenarnya, suara penduduk yang memilih (voter’s voice) yang menentukan, dalam adagium bahasa latin disebutkan “vox populi vox dei” (suara rakyat adalah suara Tuhan), jelas menunjukkan betapa penting arti demokrasi bagi Islam. Kalau rakyat memilih bukan partai Islam yang memerintah, dengan sendirinya formalitas keadilan juga ikut terkena.

Dalam hal demikian, maka partai-partai Islam dan kaum muslimin haruslah menggunakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ajaran Islam, bukannya bentuk lahiriyyah. Dari pembahasan singkat tentang fungsi keadilan yang harus terwujud dalam pemerintahan sebuah negara, menjadi nyata bagi kita bahwa mereka yang tidak menginginkan Negara Islam, tetapi menuntut pelaksanaan keadilan yang nyata dalam kehidupan, berarti telah melaksanakan ajaran Islam. Karena itu, kita harus mementingkan arti penyelenggaraan keadilan dalam kehidupan kita, sebagai amanat yang harus kita perjuangkan habis-habisan. Justru mereka yang mementingkan formalitas Hukum Islam tetapi melupakan penyelenggaraan keadilan ini, harus dipertanyakan sudah memperjuangkan ajaran Islam-kah atau belum? Sederhana bukan?

Sumber: Duta Masyarakat Baru, Jakarta, 1 Juni 2002

Rabu, 25 Februari 2015

Sekelumit Kitab Faidhur Rahman Karya KH. Sholeh Darat, Semarang (Bagian 1)

      Prof. DR. HM. Muchoyyar, HS, MA (*) dalam pidato pengukuhan di IAIN Walisongo memaparkan, suatu hari KH. M. Shaleh Darat mengajar Agama Islam (tafsir Al-Qur'an) dengan bahasa Jawa di kalangan keluarga Bupati Demak. Diantara yang hadir pada majlis ta'lim itu Raden Ajeng Kartini yang masih keluarga dekat (Keponakan) dengan Kanjeng Bupati Demak.

      Begitu mengesankan ceramah agama tentang surat al-Fatihah yang disampaikan ulama Jawa ini sehingga R.A. Kartini memesan dan meminta secara khusus kitab terjemah tafsir al-Qur'an.

      Kartini mempelajarinya secara serius kado kitab terjemah tafsir al-Qur'an., hampir di setiap waktu luangnya. Kyai Sholeh telah membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Islam semakin dalam. 

      Penulis mencoba menulis secara singkat Tafsir Al-Fatihah yang membuka pintu hati Kartini mempelajari Islam. Diterjemahkan dari Kitab Faidhur-Rahman. Kitab ini mulai ditulis pada tanggal 20 Rajab 1309 H, selesai ditulis pada tanggal  7 Muharram 1311 H atau 1893 M.

      Kiai Salah Darat memulai dengan tafsir bismillaahirrahmaanirrahiim. Semua makhluk mendapat sifat rahman Allah SWT. Maka semua makhluk seharusnya juga memiliki jiwa  atau sifat rahman (kasih sayang). Firman Allah ta’ala bil mu’miniina ra’uufun rahim (artinya dalam diri orang-orang mukmin itu terdapat jiwa belas kasihan dan penyayang). 

      Sebagaimana perilaku yang telah dicontohkan Allah, maka seyogyanya setiap orang mukmin memiliki sifat welas asih terhadap sesama. Wajib welas asih itu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sifat welas kasih itu umum, dalam arti bisa keluar dari Allah dan sesama makhluk. Karena hewan juga punya welas kasih terhadap anaknya dengan menyuapinya makanan. 

      Adapun welas asihi  atau mengasihi diri sendiri itu meliputi 2 (dua) perkara:Pertama welas asih rohaninya. Dan kedua welas asih jasmaninya. Kesempurnaan manusia itu disebut insan kamil. Isyarat wujudnya insal kamil adalah Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana firman Allah SWT Wamaa arsalnaaka illaa rahmatan lil ‘alamin (artinya tidak diutus engkau Muhammad kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta) . 

      Semua manusia memuji Allah SWT dengan puji syukur :Alhamdulillahi. Ketahuilah sesungguhnya kalimat alhamdulillah itu kalimat yang mulia dan agung fadhilahnya atau keutamaannya. Memiliki filosofi tinggi dalam kehidupan. 

      Nikmat-nikmat yang diberikan Allah itu kepada hambaNya amatlah banyak, tidak terhitung. Maka akan sempurna kenikmatan seseorang meliputi jasman dan rohaninya. Berupa kenikmatan jasmani seperti harta benda, kesehatan, keamanan. Termasuk dalam makna bersyukur dengan anggota badan ialah sholat. Nikmat yang bersifat rohani antara lain: roh, akal, dan pikiran

      Dalam sebuah hikayat, Syaikh Sirri Asqatho menyampaikan waktu terjadi kebakaran besar di kota Baghdad, terbakar hampir semua toko dan rumah penduduknya, katanya:” Tokoku tidak terbakar, maka aku mengucapkan alhamdulillah, senang tokoku tidak terbakar, padahal toko orang lain banyak yang terbakar”, maka Sirri selama tiga puluh tahun taubat kepada Allah.. Ahli agama dan ahli muru'ah (orang yang bermartabat) tidak merasa senang tokonya tidak terbakar sedangkan toko orang lain terbakar. Maka katanya:”kemudian  saya selama tiga puluh tahun istighfar berdoa memohon ampun masalah tersebut.”.   

      Robbil ‘alamin Ar-Rahmaanirrohiim. Allah pencipta alam semesta  atau ‘aalamiin, semua itu diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai-bagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Ar-Rahman adalah sifat kasih sayang Allah yang diberikan kepada semua makhluk-Nya. Sifat Allah yang Maha Pengasih ini dapat kita rasakan di setiap waktu, disetiap helaan nafas dan sepanjang hayat kita. Salah satu contoh kecil dari kasih Allah yang dapat kita rasakan itu adalah seperti nikmat hidup.  Kita semua di izinkan untuk hidup di bumi Allah, yang telah dilengkapi oleh Allah fasilitas yang menunjang kehidupan kita, seperti dikasih udara, air, api, tumbuhan dan binatang. 

      Ar-Rahiim adalah sifat kasih sayang Allah yang khusus hanya diberikan kepada mereka yang bertakwa. Kasih sayang ini berupa nikmat iman dan pahala yang diberikan Allah kepada mereka yang bertakwa atas amal perbuatan mereka. Pahala ini tidak akan pernah diberikan kepada mereka yang tidak bertakwa/ingkar, meskipun mereka melakukan amal perbuatan yang sama dengan orang yang bertakwa.


      Allah berfirman: Ana Ar-Rahiim Karena kalian ibadah kepadaKu meskipun sebentar, Aku welas kasih kepadamu dengan memasukkanmu ke surga yang mulia, langgeng sesuai amalmu. Makna ar-rahman adalah kemurahan Allah terhadap orang mukmin dan lainnya. Tidak ada makhluk yang dapat memberikan sehat/waras, taufiq, rizki, dan derajat. Karena sesungguhnya itu semua datang karena Allah. Manusia tidak bisa menjamin kewarasan dan anaknya bisa kaya. Berbeda maknanya dengan ar-rahim, yaitu welas kasih Allah khusus untuk orang mukmin yang diberikannya taufiq tha’at, taufiq shabar, makrifat tauhid, dll.  Ar Rahman adalah sifat Allah yang berarti pemberi nikmat kepada seluruh makhluk, dari mulai nikmat penciptaan sampai nikmat pemeliharaan. Ar-Rahim adalah sifat Allah yang berarti pemberi nikmat khusus berupa karunia iman dan taat beribadah.

Bersambung....

*Penulis adalah 
Pimpinan Pesantren Budaya Asmaulhusna (Sambua) Lasem