Rabu, 22 Juni 2016

SYAIKH ABUL HASAN AS-SYADZILI DAN RACIKAN KOPI DARI MIMPI

Suatu ketika Syaikh Abul Hasan mendatangi kediaman gurunya, Syaikh Abdullah Al-Masyisyi, di puncak suatu bukit untuk keperluan meminta ijazah doa untuk diwiridkan. Akan tetapi, oleh sang guru yang juga seorang wali yang keramat itu justru diperintahkan untuk menemui sahabat beliau, yang juga seorang wali yang keramat di Desa Syadzil.
Mendapat perintah itu, Syaikh Abul Hasan segera pamitan dari gurunya. Pada awalnya ia bermaksud untuk langsung pergi ke desa yang membutuhkan waktu satu bulan perjalanan kaki tersebut pada hari itu juga. Akan tetapi, karena ada perhitungan lain, akhirnya ia pergi pada keesokan harinya. Hal ini rupanya sudah diketahui oleh gurunya di Syadzil. Keesokan harinya, sampailah ia di Syadzil. Jarak satu bulan perjalanan, dengan karomahnya, ia tempuh tak lebih dari beberapa jam.

Minggu, 19 Juni 2016

KENAPA ISU ITU HARAM DALAM SYAREAT ISLAM?


Masih ingatkah kita cerita ibunda Aisyah Radhiyallahu anha di QS. An Nur? ribuan kali penceramah menyampaikannya, kenapa masih saja melupa? Saya sendiri juga lupa detailnya, saking kerasnya hati saya kali ya, sehingga setiap kebaikan yang mampir, langsung mental? Oleh karena itu perlu kiranya sedikit saya bukakan kembali ceritanya secara singkat. Harapannya supaya kita kapok dan 'ero wedi' terhadap ancaman kedzaliman yang serupa yang menimpa sang ibunda.

Jumat, 27 Mei 2016

Resep al-Imam al-Ghazali untuk mengobati penyakit bangga diri dan sombong

Resep al-Imam al-Ghazali untuk mengobati penyakit bangga diri dan sombong

Ujub (bangga diri) dan kibr (sombong) adalah penyakit hati yang berbahaya karena kebanyakan penderitanya tidak merasakan apa-apa.
 
Bahkan ia semakin merasa hebat, yang selalu memposisikan diri sebagai orang yang benar dan terus mencari-cari keburukan orang lain, sehingga dia lupa bahwa dirinya juga manusia biasa yang banyak kekurangan dan penuh keburukan.
 
Dalam hal ini, al-Imam al-Ghazali (lahir di Thus; Iran 1058 M / 450 H – meninggal di Thus; Iran 1111 M / 14 Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun) memberikan resep bagus untuk mengobati penyakit hati tersebut dalam kitabnya Bidayatul Hidayah hal 18:

ينبغي ألا تنظر إلى أحد إلا وترى أنه خير منك، وأن الفضل له على نفسك، فإن رأيت صغيرا قلت: هذا لم يعص الله وأنا عصيته، فلا شك أنه خير مني وإن رأيت كبيرا قلت هذا قد عبد الله قبلى، فلا شك أنه خير مني وإن كان عالما قلت: هذا قد أعطى ما لم أعط، وبلغ ما لم أبلغ، وعلم ما جهلت؛ فكيف أكون مثله وإن كان جاهلا قلت: هذا قد عصى الله بجهل، وأنا عصيته بعلم؛ فحجة الله على آكد، وما أدري بم يختم لي وبم يختم له؟ وإن كان كافرا قلت: لا أدري، عسى أن يسلم ويختم له بخير العمل، وينسل بإسلامه من الذنوب كما تنسل الشعرة من العجين، وأما أنا – والعياذ بالله – فعسى أن يضلني الله فأكفر فيختم لي بشر العمل؛ فيكون غدا هو من المقربين، وأنا أكون من المبعدين.

Janganlah kau melihat pada seseorang kecuali kau menilainya bahwa ia lebih baik darimu:
- Jika kau melihat anak kecil, katakanlah: Ia belum pernah bermaksiat pada Allaah. Sedangkan aku telah bermaksiat. Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku.

- Jika kau melihat orang yang lebih tua maka katakanlah: Orang ini telah beribadah sebelum aku melakukannya. Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku.

- Jika kau melihat orang alim (berilmu), katakanlah: Orang ini telah memperoleh apa yang belum aku peroleh. Maka, bagaimana aku setara dengannya.

- Jika kau melihat bodoh, katakanlah: Orang ini bermaksiat dalam kebodohan, sedangkan aku bermaksiat dalam keadaan tahu. Maka, tuntutan Allah terhadap diriku lebih berat, dan aku tidak tahu bagaimana akhir hidupnya dan akhir hidupku.

- Jika kau melihat kafir, katakanlah: Aku tidak tahu, bisa saja dia akan menjadi Muslim dan akhir hidupnya ditutup dengan amalan yang baik dan dengan keislamannya dosanya diampuni. Sedangkan aku, -aku berlindung pada Allah dari hal ini-, bisa saja Allah menyesatkan-ku, hingga aku kufur dan menutup usia dengan amalan keburukan. Sehingga ia kelak termasuk mereka yang dekat dengan rahmat Allah sedangkan aku termasuk orang yang jauh dari rahmat-Nya.

Semoga Allah memberikan kita petunjuk dan keselamatan dunia dan akhirat. Amin

Dafid Fuadi

Wali Malamatiyah (Wali Yang Selalu Mendapat Cobaan Dicaci Maki)


oleh : Dafid Fuadi

Malamatiyah secara bahasa artinya seuatu yang bersifat caci maki atau dicaci maki. 

Dalam Tashawwuf, Malamatiyah adalah perilaku shufi yang menyembunyikan kebaikannya dan yang tampak di mata awam adalah keburukannya sehingga menjadikan ia selalu menjadi sasaran celaan dan cemoohan orang lain. 

Para Malamatiyah ini lebih suka dicela dari pada dipuji dan lebih suka dihina dari pada dibela. Tujuannya adalah agar bisa mengukuhkan keikhlasannya dalam hati dan terhindar dari hubbul jah (cinta pangkat kehormatan) dan takabbur (kesombongan). 

Sayid Muhammad bin Abdul Karim al Kasnazan al Husaini (Mursyid Thariqah Qadiriyah dari Iraq, lahir 1358 H/1938 M, beliau sekarang masih aktif) menjelaskan :

الْمَلاَمَتِيَّةُ ، وَهُمُ الَّذِيْنَ لَمْ يُظْهَرْ لِمَا فِي بَوَاطِنِهِمْ أَثَرٌ عَلَى ظَوَاهِرِهِمْ. (موسوعة الكسنزان فيما اصطلح عليه أهل التصوف والعرفان للسيد محمد بن الشيخ عبد الكريم الكسنزان الحسيني (2/ 11))

Al Malamatiyah adalah mereka yang lahiriyahnya tidak terpengaruh dari ketinggian maqam yang batin mereka. (Mausu’ah al Kasnazan Fima Ishthalaha ‘Alaihi Ahl al-Tashawwuf wa al-‘Irfan karya Sayid Muhammad bin Abdul Karim al Kasnazan al Husaini, (2/ 11))

Meski keberadaan Wali Malamatiyah sendiri masih diperdebatkan di kalangan Ulama Shufi, tapi yang jelas Malamatiyah merupakan maqam tinggi, sulit dan istimewa di kalangan para wali. Sehingga dalam sejarah tashawwuf, disebutkan ada sekolompok ahli sesat dan ma’siat yang mendakwakan diri sebagai wali malamatiyah tapi tujuannya hanya untuk menutupi kesesatannya dan kema’siatannya. Maka dalam hal ini, al-Imam al-Suhrawardi memberikan penjelasan :

إِنَّ مِنْ أُصُولِ الْمَلاَمَتِيَّةِ : أَنَّ الذِّكْرَ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ: ذِكْرٍ بِاللِّسَانِ، وَذِكْرٍ بِالْقَلْبِ، وَذِكْرٍ بِالسِّرِّ، وَذِكْرٍ بِالرُّوحِ. فَإِذَا صَحَّ ذِكْرُ الرُّوحِ سَكَتَ السِّرُّ وَالْقَلْبُ وَاللِّسَانُ عَنِ الذِّكْرِ، وَذَلِكَ ذِكْرُ الْمُشَاهَدَةِ. وَإِذَا صَحَّ ذِكْرُ السِّرِّ سَكَتَ الْقَلْبُ وَاللِّسَانُ عَنِ الذِّكْرِ، وَذَلِكَ ذِكْرُ الْهَيْبَةِ. وَإِذَا صَحَّ ذِكْرُ الْقَلْبِ فَتَرَ اللِّسَانُ عَنِ الذِّكْرِ، وَذَلِكَ ذِكْرُ اْلآلاَءِ وَالنَّعْمَاءِ. )كتاب عوارف المعارف للسهروردي (1/ 64)(

“Sesungguhnya di antara pokok-pokok (amalan) Malamatiyah, sesungguhnya dzikir itu ada empat macam: dzikir lisan, dzikir qalbi, dzikir sirri dan dzikir ruh. Jika ruh sudah berdizikir, maka sirri, hati dan lisan diam dari dzikir, inilah yang disebut dzikir musyahadah. Jika sirri sudah dzikir, maka hati dan lisan diam dari dzikir, inilah yang disebut dzikir haibah. Dan jika hati sudah dzikir, maka lisan berhenti dari dzikir, inilah yang disebut dzikir karunia dan anugrah. (‘Awariful Ma’arif, karya al-Suhrawardi, (1/64))

Siapakah Wali Malamatiyah saat ini? Wallahu a’lam bish shawab.
SEKIAN