Tampilkan postingan dengan label ilmu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu. Tampilkan semua postingan

Selasa, 23 Juni 2015

Kisah Kesungguhan Ulama Menuntut Ilmu

Di dalam Shahih Muslim disebutkan keterangan dari Yahya bin Abi Katsir, yang mengatakan, “Ilmu itu tak didapat dengan bersantai-santai.” Syair berikut ini juga menuturkan hal yang sama:
Janganlah engkau duga
bahwa kemuliaan itu
bagaikan kurma yang engkau makan
Engkau tak akan mencapai kemuliaan
sampai engkau merasakan kesabaran

Jumat, 19 Juni 2015

Dalil Tabarruk ( Part 1 )

As salaamu 'alaykum Wr.Wb. Alhamdulillah, was sholaatu 'alaa Rosulillah, amma ba'du.
Sebelum langsung pada pembahasan ini saya kedepankan dahulu maksud di tulisnya tulisan ini. sebenarnya tulisan ini hanya sebagai intruksi atau usulan kepada orang orang yang menghukumi syirik pada kelakuan bertabarruk secara mutlak. jadi mohon maaf jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam kata kata atau tulisan atau pemahaman yang saya usulkan ini.

Kamis, 11 Juni 2015

Pentingnya Mondok, Kembali Pada Ulama

Di sebuah sudut sekolah terjadilah percakapan antara murid dengan gurunya

Murid : Pak guru, saya mau tanya kenapa sih kita repot-repot harus belajar ilmu nahwu, shorof, mantiq, balaghoh dan ilmu lain untuk bisa memahami ayat-ayat Al-Qur'an? Sekarang kan banyak Al-Qur'an terjemahan apalagi di Internet banyak bertebaran

Senin, 25 Mei 2015

Mayat Membaca Al-Qur'an Didalam Kuburan.

Pada zaman Nabi saw ada mayat dari golongan waliyullah membaca Al-Qur’an di dalam kuburannya sendiri. Hal itu diterangkan di dalam kitab “Syarhu ash-Shudur bi Syarhi Hali al-Mawta wal Qubur”, karya Al-Muhaddits al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi, halaman 170-171, cetakan “Darul Fikr”, Beirut – Libanon dengan keterangan yang artinya sebagai berikut:

Rabu, 08 April 2015

Semakin Tambah Ilmu Seseorang, Maka Semakin Sedikit Menyalahkan orang

Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang pembesar Muhammadiyyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Saw.

Rabu, 01 April 2015

Pentingnya Sanad Dalam Amaliyah Hizb / Wirid

Banyak kita temui kasus-kasus mengenai pengamalan sebuah hizib oleh seseorang yang mengamalkan hizib tanpa bimbingan dan arahan seorang guru alias (otodidak), dan orang itu menjadi gila, entah karena sebab banyak masalah atau karena apa, yang jelas ini kehendak gusti Allah Sang Maha Berkehendak Sesuka-Nya, sejujurnya itu menjadi keprihatinan tersendiri.

Kasus-kasus tersebut setidaknya mengingatkan kita bersama pentingnya talkin wirid. Modin (ustadz di kampung) saja harus punya lisensi dari lurah untuk menalkin mayit di kubur apalagi seorang mursyid kammil mukammil, tidak hanya lisensi tapi juga eksperimen.

Disinilah pentingnya silsilah/sanad para guru karena wirid tidak hasil mengamalkan sendiri tanpa bimbingan, ibarat sebuah untaian tasbih pucuknya adalah baginda Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam, jika yang bawah bergerak maka secara otomatis yang lain ikut bergerak, ada kontinyuitas dan kesinambungan dari atas hingga ke bawah. Jika tasbih itu terputus, maka buyarlah ikatan tasbih tersebut. Begitu juga bila ber-hizib tanpa sanad yang muttashil, maka terputus pula barokahnya, salah-salah malah mendatangkan bala’ bagi pengamalnya.

Sabtu, 31 Januari 2015

Memahami Nahwu dengan Pendekatan Filsafat

Nahwu merupakan kumpulan kaidah-kaidah linguistik klasik bangsa Arab. Dalam perjalanannya, ilmu nahwu telah mengalami proses panjang dalam peletakan, perkembangan dan segala perdebatan. Menurut satu versi historis, ilmu nahwu untuk pertama kali muncul pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib lewat perantara Abu al-Aswad al-Dualy. Munculnya ilmu nahwu dilatarbelakangi oleh semakin meluasnya kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Arab menurut standar  fasih, atau yang biasa kita sebut sebagai “Lahn”. Hal ini disebabkan kondisi sosial masyarakat Arab pada saat itu yang mulai bercampur dengan bangsa “Ajam” pasca meluasnya wilayah Islam ke negara-negara sekitar.

Sabtu, 22 Juni 2013

Kisah Kyai Kampung


Inilah kisah kiai kampung. Kebetulan kiai kampung ini menjadi imam musholla dan sekaligus pengurus ranting NU di desanya. Suatu ketika didatangi seorang tamu yang pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Tamu itu begitu PD (Percaya Diri), karena merasa mendapat legitimasi akademik, plus telah belajar Islam di tempat asalnya. Sedang yang dihadapi hanya kiai kampung, yang lulusan pesantren salaf.

Tentu saja, tujuan utama tamu itu mendatangi kiai untuk mengajak debat dan berdiskusi seputar persoalan keagamaan kiai. Santri liberal ini langsung menyerang sang kiai: “Sudahlah Kiai tinggalkan kitab-kitab kuning (turats) itu, karena itu hanya karangan ulama kok. Kembali saja kepada al-Qur’an dan hadits,” ujar santri itu dengan nada menantang. Belum sempat menjawab, kiai kampung itu dicecar dengan pertanyaan berikutnya. “Mengapa kiai kalau dzikir kok dengan suara keras dan pakai menggoyangkan kepala ke kiri dan ke kanan segala. Kan itu semua tidak pernah terjadi pada jaman nabi dan berarti itu perbuatan bid’ah,” kilahnya dengan nada yakin dan semangat.