Selasa, 26 April 2016

Do'a Nabi Musa AS Agar Menjadi Umat Nabi Muhammad SAW



Qatadah menjelaskan sehubungan dengan makna ayat:

أخذ الألواح

lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu. (Qs: Al-A'raf: 154)

Nabi Musa عليه السلام berkata; "Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku lihat dalam luh-luh itu tertulis nama suatu umat yang merupakan sebaik-baiknya umat yang dikeluarkan untuk umat manusia, mereka memerintahkan (manusia) berbuat kebajikan dan melarang (manusia) berbuat kemungkaran, maka jadikanlah mereka itu sebagai umatku."

Allah berfirman ; 
تلك أمة أحمد
Itu adalah umat Ahmad (Nabi Muhammad ).

Nabi Musa berkata; "Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku lihat dalam luh-luh itu tertulis tentang umat, mereka adalah orang-orang yang terakhir, tetapi mereka adalah orang-orang yang terdahuIu.( Terakhir diciptakan, tetapi yang pertama masuk surga.)"

Nabi Musa berkata; "Ya Tuhanku, jadikanlah mereka sebagai umatku.:

Allah berfirman; "Mereka adalah umat Ahmad".

Nabi Musa berkata; "Wahai Tuhanku, dalam tulisan luh-luh itu aku menjumpai suatu umat yang kitab-kitab mereka ada di dada mereka, mereka membacanya dan menghafalnya. Padahal orang-orang sebelum mereka membaca kitabnya dengan melihatnya, hingga apabila kitab mereka diangkat, maka mereka tidak hafal sesuatu pun darinya dan tidak mengingatnya lagi. Dan sesungguhnya Allah telah memberikan kepada umat itu suatu kekuatan daya hafal yang belum pernah diberikan oleh Allah kepada umat manapun. Nabi Musa melanjutkan perkataannya; Ya Tuhanku, jadikanlah mereka sebagai umatku."

Allah berfirman; "Mereka adalah umat Ahmad"

Nabi Musa berkata; "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melihat dalam luh-luh itu tertuliskan tentang suatu umat yang beriman kepada kitab-kitab terdahulu dan kitab yang terakhir, dan mereka memerangi kesesatan, hingga mereka memerangi si buta sebelah yang pendusta (Dajjal), maka jadikanlah mereka sebagai umatku."

Allah berfirman; "Mereka adalah umat Ahmad."

Nabi Musa berkata; "Ya Tuhanku, aku menjumpai di dalam luh-luh itu tertuliskan suatu umat yang sedekah mereka dimakan oleh mereka sendiri, dimasukkan ke dalam perut mereka, tetapi mereka mendapat pahala dari sedekahnya. Sedangkan di kalangan umat-umat sebelum mereka, apabila ada suatu sedekah, Lalu sedekah itu diterima, maka Allah mengirimkan kepadanya api, kemudian api itu melahapnya. Jika sedekah itu ditolak, maka dimakan oleh hewan-hewan buas dan burung-burung pemangsa. Dan sesungguhnya Allah mengambil sedekah (zakat) dari kalangan hartawan mereka untuk kaum fakir miskin mereka. Musa melanjutkan perkataannya ;Ya Tuhanku, jadikanlah mereka sebagai umatku."

Allah berfirman ; "Mereka adalah umat Ahmad."

Nabi Musa berkata; "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku temui di dalam luh-luh itu tertuliskan suatu umat yang apabila seseorang dari mereka berniat akan melakukan suatu kebaikan, lalu ia tidak mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan. Jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan yang semisal dengan kebaikannya sampai tujuh ratus kali lipat. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka sebagai umatku."

Allah berfirman ; "Mereka adalah umat Ahmad."

Nabi Musa berkata; "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku lihat di dalam luh-luh itu tertuliskan perihal suatu umat, mereka adalah orang-orang memberi syafa'at dan diberi izin untuk memberikan syafa'at. Maka jadikanlah mereka sebagai umatku."

Allah berfirman; "Mereka adalah umat Ahmad."

Kemudian setelah itu Nabi Musa عليه السلام berdoa;

اللهم اجعلني من أمة أحمد 

"Ya Allah, jadikanlah diriku termasuk umat Ahmad (Nabi Muhammad )"

والله أعلم....

Dikutip dari Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-A'raf; 154 (Wangsit :Ustadz Muhammad Alhabsyi110)

Sabtu, 09 April 2016

Berbagai Tingkatan Ibadah


Tingkatan dalam PUASA :
1.Puasa orang biasa, adalah menahan diri dari makan, minum dan hubungan biologis antara suami istri dalam jangka waktu tertentu.
2.Puasa orang khususnya orang biasa, maksudnya adalah menahan diri dari hal yang diatas dengan disertai mencegah ucapan dan perbuatan dari hal-hal yang diharamkan
3.Puasa orang khusus, adalah menahan diri dari melakukan segala sesuatu selain dzikir dan beribadah pada Allah Ta’aalaa.
4.Puasa orang khususnya orang khusus, adalah menjaga diri dari selain Allah, tidak ada buka puasa baginya sampai datangnya hari kiamat, dan ini adalah maqam derajat yang tinggi. ( Fath al-Baari IV/109).

Kamis, 10 Maret 2016

Kisah Teladan Tentang Menutup Aib Saudaranya



-Kisah Ke-1 :
Dikisahkan, bahwa suatu hari para sahabat sedang berkumpul di masjid. Lalu terciumlah bau kentut diantara mereka, sehingga membuat para sahabat tidak tahan dengan bau tersebut, salah seorang dari mereka berdiri dan berkata, “Barangsiapa yang kentut, silakan bangun!!" Suasana jadi hening, tak seorang pun berdiri.
Ketika datang waktu Isya', mereka berkata, “Orang yang kentut pasti akan berwudhu' setelah ini. Orang itulah yg Kentut,”.
Setelah itu, para sahabat menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang keluar. Masih seperti tadi, tak seorang pun yang beranjak dari tempat duduknya, karena malu.
Lalu Bilal bangun untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Nabi Muhammad Berkata: “Tunggu dulu, aku belum batal, tapi aku hendak berwudhu' lagi,".
Lalu para sahabat pun ikut berwudhu' dan tidak diketahui siapa yang kentut waktu itu.
-Kisah Ke-2 :
Usai sholat Ashar di Masjid Quba, seorang sahabat mengundang Nabi beserta jamaah untuk menikmati hidangan daging unta di rumahnya. Ketika sedang makan, tercium aroma tidak sedap.
Rupanya di antara yang hadir ada yang buang angin. Para sahabat saling menoleh. Wajah Nabi sedikit berubah tanda tidak nyaman.
Maka tatkala waktu shalat Maghrib hampir masuk, sebelum bubar, Rasulullah berkata, "Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah ia berwudhu'!!".
Mendengar perintah Nabi tersebut, maka seluruh jamaah mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.
Sungguh, dalam diri Nabi Muhammad terdapat teladan yang baik bagi kita semua.
-Kisah Ke-3
Kisah tentang menjaga perasaan saudara seiman pun juga terjadi pada seorang ulama, yaitu Syaikh Abdurrahman Hatim bin Alwan. Beliau merupakan salah satu ulama besar di Khurasan pada zamannya. Dikenal dengan Hatim Al A’sham, yang artinya "Hatim Si Tuli".
Suatu ketika ada seorang wanita yang datang menemui beliau. Namun, tanpa sengaja, wanita itu kentut dengan suara yang cukup keras. Wanita itu salah tingkah, menahan malu. Namun Syaikh Hatim malah pura-pura tuli, dan meminta si wanita mengulangi pertanyaannya.
Dengan sikap sang Syaikh tersebut, wanita itu pun merasa sedikit lega. Ia mengira Syaikh Hatim benar-benar tuli. Lalu mereka berbicara dengan saling meninggikan suara.
Wanita itu hidup selama 15 tahun setelah kejadian tersebut. Selama itu pula Syaikh Hatim pura-pura tuli. Hingga wanita itu meninggal, ia tak pernah tahu kepura-puraan Syaikh Hatim.
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳﻴّﺪﻧﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺳَﻴّﺪﻧَﺂ ﻣُﺤَﻤّﺪ
Mudah-mudahan ketiga kisah di atas menceritakan bagaimana seharusnya seorang Muslim menjaga kehormatan saudaranya. Bukan malah menertawakannya atau menyebarkan aibnya.
Abu Hurairah berkata, Nabi Bersabda :
ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤﺎً ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻵﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛﺎَﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴْﻪِ .
“...Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan tutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya mau menolong saudaranya.”
WaLlahu a'lam

Sabtu, 09 Januari 2016

Tanda Shalat Diterima

Tugas seorang hamba adalah beribadah kepada Allah. Salah satunya adalah sholat, baik sholat wajib maupun sholat sunnah. Tak ada yang bisa jamin dan tak ada yang tahu pasti apakah sholat yang kita lakukan diterima oleh Allah atau tidak.
Namun ada tanda-tanda yang isyaratkan diterimanya shalat, sebagai berikut :