Minggu, 05 April 2015

Kisah Murid Syeh Abdul Qodir Al Jaelani Dan Raja Jin

Ulama Baghdad meriwayatkan :
Bahwa di Baghdad ada seorang ulama', seusai sholat Jum'at berangkatlah ia diiringi para santri-santrinya berziarah ke pemakaman untuk membacakan surat fatihah dan dihadiahkan kepada arwah muslimin. Ini beliau lakukan setiap jum'at
Di tengah perjalanan ia menemukan seekor ular hitam yang sedang melata. Dipukulnya ular itu dengan tongkat sampai mati. Setelah ular dibunuh langsung saja alam sekitar daerah itu diliputi kabut kelam dan menjadi gelap.
Para santrinya tambah terkejut karena gurunya mendadak hilang. Mereka berusaha mencari ditiap-tiap tempat namun tidak ditemukan. Tiba-tiba gurunya muncul kembali dengan pakaian serba baru. Mereka heran, dan segera menghampiri gurunya sambil menanyakan kejadian yang dialaminya. Kemudian diceritakannya bahwa asal kejadian itu begini permulaannya:
"Tadi waktu cuaca gelap, aku dibawa oleh Jin menuju sebuah pulau. Lalu aku dibawa menyelam kedasar laut menuju suatu daerah kerajaan jin, dan aku dihadapkan kepada sang raja jin. Pada waktu aku bertemu, ia sedang berdiri di atas singgasana mahligai kerajaannya.
Dihadapannya membujur sesosok mayat di atas panca persada yang sangat indah bentuknya. Kepala mayat itu pecah, darah mengalir dari tubuhnya.
Sejurus kemudian sang raja jin bertanya kepada pengawalnya yang membawa aku: "Siapa orang yang kau bawa itu?".
Para pengawalnya menjawab : "Inilah orang yang telah membunuh putera tuanku raja".
Lalu raja jin menatap tajam padaku dengan muka marah. Wajahnya merah padam, dengan geramnya raja jin menghardikku: "Mengapa kamu membunuh anakku yang tidak berdosa? Bukankah kamu lebih tahu tentang dosanya membunuh, padahal kamu katanya seorang ulama' yang mengetahui masalah-masalah hukum ?!", dia berkata dengan suara lantang muka berang menakutkan.
Segera aku menjawab menolak tuduhan itu: "Perkara membunuh anakmu aku tolak, apalagi yang namanya membunuh, bertemu mukapun aku belum pernah."
Raja jin menjawab :"Kamu tidak bisa menolak, ini buktinya, para saksinya juga banyak!".
Lalu dengan tegas tuduhan itu kusanggah: "Tidak, tidak bisa, semuanya bohong, itu fitnah semata!".
Para saksi jin mengusulkan supaya raja memeriksa darah yang melekat diujung tongkatnya. Lalu sang raja bertanya: "Itu darah apa yang ada ditongkatmu?".
Aku menjawab: "Darah ini bekas cipratan darah ular yang kubunuh".
Raja jin berkata dengan geramnya: "Kamu manusia yang paling bodoh. Kalau kamu tidak tahu ular itu anakku!".
Dikala itu, aku bingung tidak bisa menjawab lagi, sehingga aku pusing, bumi dan langit terasa sempit karena sulit mencari jalan pemecahannya.
Raja jin melirik kepada seorang hakim selaku aparatnya seraya berkata: "Manusia ini sudah mengakui kesalahannya, ia telah membunuh anakku, kamu harus segera memutuskan hukumannya yaitu ia harus dibunuh!".
Setelah jatuh keputusan, aku diserahkan kepada seorang algojo. Pada waktu kepalaku akan dipancung, algojo sedang mengayunkan pedangnya kearah leherku, tiba-tiba muncul seorang laki-laki tampan bercahaya sambil berseru: "Berhenti! Sekali-kali jangan kau bunuh orang ini, ia murid Syekh Abdul Qodir", sambil matanya menatap raja jin dengan sorotan tajam. Lalu ia berkata: "Coba apa jawabanmu kepada Syekh kalau beliau marah padamu karena membunuh muridnya?".
Raja jin melirik ke arahku sambil berkata: "Karena aku menghormati dan memuliakan Syekh, dosamu yang begitu besar kuampuni, dan kamu bebas dari hukuman. Tetapi sebelum kau pulang, kamu harus jadi imam sholat untuk menyembahyangkan mayat anakku almarhum dan bacakan istighfar mohon diampuni dosanya".
Setelah selesai menyembahyangkan, pada waktu pulang aku diberi hadiah pakaian bagus dan diantarkan ketempat semula tadi".
Kisah ini menjadi i'tibar bahwa manfaat karomah dan barokahnya seorang sang guru akan menolong hidup sang murid itu. Maka jangan sekali-kali kita melupakan dan meremehkan seorang guru apalagi sampai mencaci maki, akan terputus semua berkah ilmu dan umur yang kita terima dari Allah SWT. Habib Umar bin Hafidz pernah berkata, " Siapa saja yang mencintai Allah SWT maka dia harus mencintai Rasulullah SAW, siapa saja yang mencintai Rasulullah SAW maka dia harus mencintai gurunya".
Wallohu a'lam

Sumber : Tafrijul Khotir halaman 34

Keterangan gambar : KH. Abdurrahman Wahid (Gus dur) dan KH. Hasan Abdul Wafi Paiton

Jumat, 03 April 2015

Indonesia Negara Kafir ?

Belakangan ini muncul beberapa kelompok yang menuding bahwa sistem pemerintahan Indonesia adalah kafir (nidlam al-kufr), karena mengadopsi sistem pemerintahan yang lahir di luar Islam. Tudingan itu tampaknya terlalu gegabah. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengkaji persoalan tersebut dengan pikiran jernih, tidak emosional, dan mengedepankan maslahat. Pantaskah tudingan kafir dilayangkan hanya karena Indonesia menggunakan sistem demokrasi Pancasila?

Rabu, 01 April 2015

Pentingnya Sanad Dalam Amaliyah Hizb / Wirid

Banyak kita temui kasus-kasus mengenai pengamalan sebuah hizib oleh seseorang yang mengamalkan hizib tanpa bimbingan dan arahan seorang guru alias (otodidak), dan orang itu menjadi gila, entah karena sebab banyak masalah atau karena apa, yang jelas ini kehendak gusti Allah Sang Maha Berkehendak Sesuka-Nya, sejujurnya itu menjadi keprihatinan tersendiri.

Kasus-kasus tersebut setidaknya mengingatkan kita bersama pentingnya talkin wirid. Modin (ustadz di kampung) saja harus punya lisensi dari lurah untuk menalkin mayit di kubur apalagi seorang mursyid kammil mukammil, tidak hanya lisensi tapi juga eksperimen.

Disinilah pentingnya silsilah/sanad para guru karena wirid tidak hasil mengamalkan sendiri tanpa bimbingan, ibarat sebuah untaian tasbih pucuknya adalah baginda Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam, jika yang bawah bergerak maka secara otomatis yang lain ikut bergerak, ada kontinyuitas dan kesinambungan dari atas hingga ke bawah. Jika tasbih itu terputus, maka buyarlah ikatan tasbih tersebut. Begitu juga bila ber-hizib tanpa sanad yang muttashil, maka terputus pula barokahnya, salah-salah malah mendatangkan bala’ bagi pengamalnya.

Selasa, 31 Maret 2015

Kebesaran Hati Alm. Abuya As Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki

Majalah Aljami’ah Almadinah Al-Munawwaroh, pernah memuat sebuah artikel dari seorang pakar, yaitu Dr. Abdul Qodir Assindi (salah satu tokoh tetangga sebelah di Madinah) yang berisi kecaman, hinaan, dan penghakiman terhadap pemikiran dan pribadi Sayyid Muhammad bin Alawi Al maliki, sebagai propaganda yang mengarah pada perbuatan bid’ah.
Tentu saja artikel itu mendapat banyak perhatian publik sekaligus mengundang keresahan umat, Khususnya kalangan Ahlus Sunnah Wal Jemaah. Sehingga beberapa Ulama’ dan tokoh-tokoh pembesar dunia, menelpon beliau seraya menghibur abuya Sayyid Muhammad. “jangan risau dan tidak usah menghiraukan tulisan Assindi”, tidak ketinggalan beberapa santri beliau juga merasa geram dengan ulah Assindi itu.